Wednesday, December 19, 2012

60 Hari Membangun Kebiasaan Baru

Jadi ya, ini terinspirasi semangat membaranya Ibu Bos gw buat terbiasa work out tiap hari. Setelah browsing sana sini, konon kata orang pinter, kita bisa membangun kebiasaan baru kalau melakukan itu dalam 60 hari berturut-turut. Nah, gw tertantang buat ikutan sama yang namanya membangun kebiasaan baru itu.

Mmm yang pertama yang gue mau bangun lagi sih sebenernya bukan kebiasaan baru-baru amat. Lebih tepatnya kebiasaan lama, lama banget, yang udah terlupakan dan ditinggalkan berabad-abad sampe debuan dan karatan gitu: berdiam diri dan cuma berdua-duaan aja sama Tuhan setiap bangun pagi. Kaya yang dibilang di mana tuh: be still and know that I am God. Ini mirip banget sama yang baru aja gue baca di Be The Miracle-nya Regina Brett, tentang memilah prioritas dan mendahulukan yang paling penting setiap harinya. Buat Brett, plug in sama sumber kekuatan terbesar itu adalah prioritas terpenting dalam hidupnya setiap hari.

So be it, being still and acknowledging God every day, every morning, will be my new 60-days-project of new habit. Yang gue harapkan dari situ? Yang gue pikirkan adalah buah-buah Roh: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Daaaann kaya yang dibilang pemazmur, dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai Firman Tuhan. Hahaha. Iya sih, gue ngga muda-muda amat, tapi kan kata-kata pemazmur masih kena lah ama gue, yang punya issue berjibun dengan masalah menjaga kekudusan, dalam kata-kata, pikiran, kebiasaan, semuanya deh.

Soooo what's this all about? Ada banyak ide di kepala gue sekarang. Banyak proyek pribadi yang gue pengen realisasikan dalam 2 tahun. Banyak mimpi, harapan, obsesi, yang pengen gue mulai jadikan nyata dalam 2 tahun. Ngga musti kelar, ngga musti sempurna, tapi gue mau mulai melangkah. Dan melangkah dengan cara yang benar, bersama kekuatan yang benar.

Jadi, mulailah gue memangkas hal-hal (dan orang-orang) yang ngga bisa (atau ngga mau) bekerja sama menjadikan gue orang yang lebih baik dengan kebiasaan hidup yang lebih benar. Some people must go, some books must be sold, some habits must be stopped.

Life is not fair, but it's still good. Gitu kata Regina Brett di God Never Blinks. Yea, life is good. Menyenangkan sekali menyadari kembali bahwa gue bisa lebih dari ini, bisa memberi lebih dari ini, bisa memenuhi panggilan gue yang gue abaikan selama ini. Hahaha. It sounds like an ancient word: panggilan hidup. 

Jadi, mari mulai dengan hal-hal bisa dilakukan. Memulai hari dengan berdiam diri bersama Tuhan, I can do that. Memenuhi panggilan hidup gue, I can do that. Mencintai dengan cara yang berkenan di hati Allah, I can do that. Living life to the fullest, sure as heaven, I can do that.

Friday, November 02, 2012

Aku Merasa...

Aku merasa seperti berada dalam suatu scene film. Aku merasa dapat mendengar soundtrack mengikuti setiap langkahku. Kadang berdebam debum, kadang mengalun sedih, kadang menyayat-nyayat seperti gesekan biola rusak. Aku seperti berada dalam sorotan lampu utama, ketika orang-orang di sekitarku ramai bicara, hampir seperti berdengung dan lampu di restoran ini seperti menyala lebih terang di atas kepalaku, tepat di atas kepalaku, dibanding lampu-lampu lainnya, dan lagu pop berdetak-detak mengalahkan dengungan suara manusia.

Detak jantungku seperti melambat ketika musik di restoran ini melambat dan Christian Bautista menyanyikan lagu paling gombal sedunia: Something in the Way You Look at Me (or something like that, aku bahkan tak ingat apa sebenarnya judulnya).

Manusia lalu lalang di hadapanku dan aku merasa mereka hanya bayangan. Semuanya terasa hanya seperti bayangan, sama redup dan buramnya seperti hari-hari yang merajam hidup. Semuanya seperti bayang-bayang yang melaju cepat, melayang melewatiku dan tak sekali pun menyapaku. Aku pun merasa tak akan mampu mendengarnya bahkan bila ada salah satu dari bayang-bayang itu yang menyapaku. Atau menyentuhku.

Aku merasa indraku menebal dan menjadi kaku. Retak dan berdebum bersama musik di restoran ini. Aku merasa pecahannya menyatu dengan bayang-bayang yang lalu lalang di hadapanku. Aku dan indraku terpisah sudah.

Aku merasa melayang dan mendengar semuanya, melihat semuanya, merasakan semuanya. Namun aku merasa aku tak mampu mendengar apapun, melihat apapun, merasakan apapun.

Aku merasa tersesat. Aku merasa tak ingin ditemukan. Aku merasa ingin terus tersesat. Aku merasa hanya ingin ditemukan oleh tangan yang bukan bayangan.

Wednesday, October 10, 2012

Break-up of the Century

Well. Yeah. Nothing new. Just the break-up of the century and every tear drop is a waterfall and I'm tired of waking up in tears. So I turned on Coldplay's Every Tear Drop is a Waterfall and Owl City's Silhouette over and over and over again.

And life goes on. Like nothing happens. Like nothing really matters.

Thursday, September 27, 2012

Mengucap Syukur dalam Segala Hal



Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu (I Tesalonika 5:18).

Okay, people. Ini akan jadi salah satu tulisan waras gue.

Awalnya adalah ketika semalam, gue udah siap meledak (lagi) karena beberapa hal yang menurut gue memang pantas bikin gue meledak:
1. bos mengamuk membabi buta, memberondong tikus-tikus tanpa ampun dan bikin gue bener-bener pengen jejeritan karena susah payah, lelah letih, kerja keras berbulan-bulan seperti menguap dalam beberapa menit tanya jawab yang tak berimbang
2. seseorang yang cukup dekat dengan gue, seseorang yang berusaha gue mengerti keculasan dan ketidakmampuannya mengasihi orang lain, lagi-lagi berusaha memanfaatkan kebaikan hati gue (iya, gue memang baik hati menjelang tolol), untuk yang kesekian juta kalinya dalam lima bulan terakhir
3. lambung dan tenggorokan gue begajulan cuma karena gue cicipin sambelnya bebek suryo sedikit doang... dohhhhh itu makanan lembur gue semalem, lambung sayang..... have mercy on me napa sehhhh
4. tukang cuci di kos-an gue mulai bertingkah lagi dengan pilih-pilih pakaian mana yang dia mau cuci dan mana yang ngga (apaan sih? ngga bisa pilih hari lain kalo mau bertingkah? my day was bad enough, ladeeeeee).
5. dan seterusnya, dan seterusnya (banyak banget deh ah, telpon gue kalo emang pengen tau semuanya).

Jadi begitulah. Gue memulai tulisan ini tidak dengan kewarasan. Hufff.

Dan semalam, kerja lembur dalam keadaan emosi tinggi ternyata sangat tidak membantu, saudara-saudara. Gue minggir ke jendela di samping toilet dan mulai mengomel panjang lebar dalam hati ketika tiba-tiba satu Firman itu diingatkan sama gue: mengucap syukurlah dalam segala hal. Dan gue pun, so typically me, mulai jejeritan lagi. Gimanaaaaaaa coba caranya mengucap syukur? Tau ngga sih rasanya duduk di ruangan judge Bao gitu sambil diberondong senapan mesin? Tau ngga sih rasanya nanyain kabar seeorang yang elo peduliin cuma buat dibales dengan permintaan isi pulsa--yang nantinya cuma bakal dipake buat ngegombalin orang-orang? Tau ngga sih rasanya kalau segala sesuatu dalam hidup elo tiba-tiba ngga beres?

Hampir aja gue jedotin kepala gue ke jendela. Untung aja rambut gue lagi keren semalem, jadi gue merasa sayang merusak satu-satunya kekerenan yang tersisa dari gue hari itu. Jadi baliklah gue ke meja gue, pasang earphone gue, pas yang lagi jejeritan adalah Jason Gray. Pas dia lagi bilang: thank you, thank you, Jesus we are grateful; thank you, thank you, Jesus we are yours. Hufffff... you are still not giving up on me, are you, Father?

Jadi gue tutup mata gue dan gue pandang salib Kristus. Gue tutup kuping gue, dan gue dengarkan suara Roh Kudus. Gue memandang darah yang tercurah di salib dan bersyukur buat keselamatan yang dianugrahkan karena Kristus udah mati buat gue. Gue memandang wajah Kristus dan bersyukur karena begitu besar kasih Allah sama gue. Gue memandang kemuliaan Allah dan bersyukur karena Allah tidak menilai gue dari dosa gue yang ngga kehitung itu tapi dari kesempurnaan Kristus yang hidup di dalam gue. Gue memandang Allah dan bersyukur karena Dia telah menyediakan hari depan yang penuh harapan buat gue. Gue memandang Allah dan bersyukur, in spite of everything. So that what it means: mengucap syukurlah dalam segala hal.

Yeah. Gue tetap upset to the max dengan semua orang-orang yang ngga punya hati itu. Tapi gue belajar memandang Kristus dan mengerti betapa gue pun jauh dari sempurna, just a sinner saved by grace.

Dan menyanyilah gue pagi ini: Thank you, thank you, Jesus I am grateful. Thank you, oh thank you, Jesus I am yours.

Have a blessed day, people. Jesus loves you too.

Thursday, September 20, 2012

Tentang Cinta

Malam itu saya dan atasan saya, seorang perempuan muda yang hanya dua tahun lebih tua dari saya, bersama berjibaku di ruangan pojok, berusaha menyelesaikan salah satu tuntutan tak tertahankan dari atasan kami. Sambil bekerja, kami ngobrol ke kanan ke kiri, ke barat ke timur, sampai akhirnya kami bicara tentang cinta dan pengkhianatan, tentang ketabahan dan pengampunan, dan tentang air mata orang tua. Perbincangan kami lanjutkan di mobilnya, karena tujuan saya selanjutnya, makan malam dan 'brainstorming' dengan seorang teman lain ternyata berada sangat dekat dengan tempat tinggalnya.

Dari begitu banyak topik perbincangan kami, satu kalimat menempel erat di kepala saya: "Sampai sekarang, tidak sekali pun aku menyesal menikah dengan suamiku!" Entahlah, rasanya di masa sekarang, ketika mengganti pasangan sepertinya lebih mudah daripada mengganti pakaian, ketika pengkhianatan sepertinya telah menjadi hal yang terlalu wajar, ketika komitmen sepertinya hanya omongan sambil lalu di kedai kopi, masih bisa bicara seperti itu di usia pernikahannya yang sudah 7 tahun seperti memberi angin segar buat saya.

Masih di malam itu juga, duduk berhadapan dengan saya seorang perempuan lain, dan kami bicara tentang visi yang nyaris terlupakan. Mungkin lebih tepat kalau saya bilang bahwa kami bicara tentang visi saya yang nyaris saya lupakan karena dia dan suaminya punya visi yang sepertinya sama dan mereka berjalan bersama menuju visi itu. Cintakah yang menyatukan mereka berjalan menuju visi yang sama? Ataukah visi yang sama yang menyegarkan cinta mereka? Atau, ini konsep dasar yang terlalu sering saya dengar, kasih karunia Allah yang menyatukan mereka, cinta mereka, dan visi mereka?

***
Siang itu saya berhadapan dengan seorang lelaki senior saya di kantor, yang terbaring lemah namun masih dengan senyum manisnya yang menyegarkan. Istrinya berdiri di sampingnya dengan tatapan pilu, tampak air menggenang di pelupuk matanya, siap mengalir seandainya tangan sang suami tidak erat menggenggam tangannya. Sang istri bercerita panjang lebar tentang hasil diagnosa, tentang hasil pemeriksaan lab, tentang kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa terjadi. Dia memandang sendu pada suaminya dan menyatakan bahwa, "menikah dengannya membuat saya belajar menyelami jiwa orang lain." 

Dia menceritakan betapa akan suramnya hari-hari mendatang tapi bahwa, "Kami percaya doa bisa mengubah segalanya." Dia bilang 'kami', bukan 'saya', bukan 'suami saya'.

***
Suatu malam, bertahun-tahun lalu, di hadapan tubuh kaku ayah saya, saya mengucapkan janji untuk mencintai Tuhan yang ayah saya cintai sepenuh hati, untuk melayani Tuhan yang ayah saya layani segenap jiwa, untuk tidak mengkhianati kepercayaan ayah saya bahwa saya akan selalu membuat pilihan yang berkenan kepada Allah. Janji-janji itu, tentu saja, saya ingkari berkali-kali. Janji-janji yang terlalu manis untuk saya ucapkan, semanis janji para pria yang bersedia mengucapkan apapun demi mendapatkan apa yang diinginkannya.

Berulang kali pula saya diingatkan pada janji saya belasan tahun lalu, ketika saya memutuskan untuk menjadi pengikut Kristus, ketika saya memutuskan untuk menyerahkan hidup saya pada Kristus. Berapa juta kali saya "ambil" kembali hidup saya dan saya jalani sesuka jidat dan dengkul saya? Berapa juta kali saya "menyesal" menjadi pengikut-Nya ketika pilihan-pilihan yang boleh saya ambil amat sangat tidak menyengangkan? Pasti lebih sering dari pengkhianatan manusia mana pun pada pasangan hidupnya.

***
Saya pertama kali membaca buku "What's So Amazing about Grace" kira-kira 10 tahun yang lalu. Dan kemudian sudah mengulang membacanya beberapa kali. Ulasan pendeknya juga pernah saya tulis di salah satu blog saya (kalau nggak bisa dibuka, klik di tab "BUKA BUKU", ini salah satu cacat yang ada di list to do saya sejak bertahun-tahun lalu tapi belum juga diperbaiki). Tema sentralnya adalah tentang apalagi kalau bukan kasih karunia (grace), kasih yang memberi segalanya tanpa mengharap balasan.

Saya agak "lupa" pada konsep 'kasih yang memberi segalanya tanpa mengharap balasan' ini sampai pada suatu saat, berminggu-minggu yang lalu, saya "tiba-tiba" dihadapkan pada tembok besar gagah perkasa yang tidak memberi saya pilihan selain kembali ke dalam genggaman kasih karunia setelah berbulan-bulan hidup begajulan seperti orang yang tidak pernah mengalami kemurahan Tuhan. Saya agak "lupa" pada konsep ini sampai pada suatu minggu saya kembali ke rumah Tuhan dan berkata, "Bapa, aku pulang," persis seperti anak durhaka pada perumpamaan Anak yang Hilang. Dan seperti pada perumpamaan itu, saya percaya ada pesta besar di surga menyambut kepulangan saya.

Siapa yang paling mengerti betapa panjang dan lebarnya, betapa tinggi dan dalamnya kasih karunia selain orang yang pernah menyampakkannya dan mengerti bahwa hidup adalah mustahil tanpanya? A sinner saved by grace, itu saya dulu, itu saya sekarang, dan saya berdoa Tuhan menolong saya agar itulah saya sampai selamanya.

Hidup terlalu mudah untuk saya, begitu kata seseorang pada saya, begitu mudahnya sampai saya tidak mengerti apa artinya ditinggalkan oleh semua orang. Tapi sekarang, sekarang saya sudah kehilangan kenaifan itu. Saya mengerti apa artinya meninggalkan kasih Tuhan dan saya tidak mau lagi merasakan kesendirian itu.

"Jesus loves me, this I know, for the Bible tells me so" begitu kata salah satu lagu sekolah minggu saya dulu. Sekarang, saya bisa menambahkan, Jesus loves me, this I know, for I have seen and experienced it.

Sunday, July 08, 2012

On Universities

At the moment, I still believe that it is very unlikely for me to go for another kind of formal education (especially after THAT fateful one in our precious Warwick). However, as a back up plan, I know that pursuing another degree in a country that may grant permanent residency after, is the most feasible one. I mean, as a back up plan after the turning of events that just bestowed upon me lately.

So here it goes.
1. University of Waterloo -- Master of Quantitatve Finance, http://sas.uwaterloo.ca/finance/
Let's see if I still have the guts to do this one after a two-years period. I like the low tuition fee and the possibility to set it off with an internship. I like the Canadian landscape and my (current) boyfriend gave it a big yes when I told him of this 'back-up plan'

2. Universiteit Leiden -- Leiden University Excellence Scholarship Programme (LExS),  http://prospectivestudents.leiden.edu/scholarships/scholarship/lexs.html -- MSc in Mathematics (Mathematics and Science-based Science), http://en.mastersinleiden.nl/programmes/mathematics-and-science-based-business/en/programme/
My father has always hesitated on any plans related with the Netherlands. But to be honest, it is one of the most obvious option. Being one of its former colony, permanent residency would be so easy to get. And after all, I can still do Math.

3. European universities with free tuition fee, http://www.scholars4dev.com/4031/list-of-european-countries-with-tuition-freelow-tuition-universities-colleges/
Given I manage to live modestly and save enough for my living fees (and given my (current) boyfriend manage to put HIS shopping spree under control and his budgeting plan works), this option won't be so bad. Even if living in Europe has never been a temptation for me.

4. Foreign government scholarships, http://www.scholars4dev.com/1892/government-scholarships-for-developing-countries/
Another obvious option even if a hard one. Will take too much of an effort so this will be the last option for me.

Well, seems like I have to find more options on Canadian universities. I will, after I finish these projects of mine.
Project #1, my website
Project #2. our round the world trip planning
Project #3, our new zealand traveling test itinerary

Hah. Carpe diem.

Monday, May 14, 2012

my music adventure

it was youtube at the beginning. then i encounter the fabulous spotify while i was in the UK. moving from free account to unlimited account and keep paying for that account for months and months, even after i came back to Indonesia, simply because my account still worked out fine. one day, one bad day, spotify somehow noticed that I was no longer in the UK, and that my current position should not be able to play spotify. from that day on, I can't even log into my spotify account.

and the search began.

i ran to last.fm first. it worked out fine until I found out that outside the UK and US, last.fm limits the number of tracks that free account can play. I kept changing account until I was fed up. Then I stumble upon ilike.com. It was way too nice that my office block any access to it, office hours or not. So I start using musicovery.com, which is just okay but enough to accompany me on my adventures with those export proceeds data and those legal documents reading.

it was okay until yesterday. musicovery.com can still be accessed, but it was only a blank white page. wth is happening only heaven and those IT guys know. so I started another quest and came face to face with grooveshark.com. nice until now. haha.

listening to jason's gray who I am to you over and over again.

but then I decide to buy the whole album from centricity. butttt will need to wait until after office hour to download. blah. paid already but cant play the music. okay jason, lets wait then.