Monday, July 21, 2008

Second Quarter Review

Sudah nyaris bulan kedelapan di tahun ini, sudah lewat pertengahan tahun ini. Rasanya terlalu cepat waktu berlalu dan aku belum ke mana-mana (maksudku, belum mencapai apapun, kalau ke mana-mana sih sudah ke mana-mana melulu). Sudah saatnya juga menyegarkan ingatan tentang tahun ini walaupun sepertinya tidak cukup banyak yang layak diingat…

Januari:
Tahun baru, tahun baru: harapan baru, semangat baru, tapi tetap dengan mimpi-mimpi lama. Sepanjang bulan tidak dijadwalkan buat audit… Nggak laku, nggak laku… Yah, sebenarnya bukan karena nggak laku juga sih tapi karena aku ditugaskan mempersiapkan diri mengajar Statistika di direktorat. Hiks, sedihnya luar biasa mengingat dari jaman purbakala aku masih SMU sampai terakhir kali aku punya ingatan, aku benci setengah hidup pada makhluk bernama Statistika.
Lalu, patah hati karena perjalanan ke Nepal terancam batal, dan langsung balas dendam bikin perjalanan mendadak ke Batam-Bintan-Singapore dengan Rita, Shinta, dan Dian. Lalu... lalu... 16 Januari 2008, e-mail yang ditunggu-tunggu membawa kabar bagus: Congratulations! You passed the 2007 Financial Risk Manager Examination. Senang, girang, terharu, penuh syukur, tambah meluap dengan pengharapan: tahun ini akan lebih baik, tahun ini akan lebih berwarna, tahun ini akan lebih mudah mensyukuri hidupku yang selalu begini-begini saja. Aku traktir teman-temanku di Penang Bistro (padahal kan aku luar biasa pelit, ulang tahun juga nggak pernah traktir teman-teman: jangan coba memaksa, aku tidak terlalu girang dengan bertambahnya usiaku:D)...

Februari:
Akhirnya... toh berlalu juga, ajar-mengajar Statistika yang bikin aku dag dig dug itu. Lumayan sukses kalau menurutku (dengan kebencian pada Statistika dan kekurangmampuan mengajar). Sedikit banyak kecewa (tapi lebih banyak kecewanya) karena rencana jalan-jalan ke Balikpapan batal karena teman seperjalananku sakit. Hiks. Dua tiket Jakarta-Balikpapan kuberikan gratis pada adikku dan temannya. Dan aku berjanji, untuk perjalanan selanjutnya, akan selalu kurancang sedemikian hingga bila teman seperjalananku membatalkan keberangkatan maka aku akan tetap bisa menikmati perjalanan seorang diri...

Maret:
Tugas audit pertama di tahun ini. Senang... karena timnya menyenangkan, orang-orang yang sudah kukenal sebelumnya (yang semoga juga menyukaiku sebesar rasa sukaku pada mereka). Perjalanan ke Bromo batal juga, kali ini aku yang membatalkan. Tapi perjalanan ke Padang dan Bukit Tinggi sukses besar!
Pertama kali bepergian dengan Fenti, dan aku tidak kapok:D. Makan-makan dan makan-makan... indahnya dunia...

April:
Tugas audit kedua di tahun ini.
Hanya empat orang anggota timnya, sepi... Aku mulai malas dan tambah malas belajar, mulai gelisah dan tambah gelisah. Masih ditambah rencana audit ketiga yang diubah oleh entah siapa dan jadi bertabrakan dengan jadwal tiketku ke Nepal. Perjalanan impianku, akankah gagal??? Aku yang tak pernah memelas, berniat berpura-pura memelas, tapi akhirnya memang benar-benar memelas, memohon dicabut dari tim audit ketigaku. Bulan ini juga pertama kali ikut sertifikasi perbankan. Tiba-tiba jadi senang belajar lagi, banyak hal membosankan jadi menarik kalau dilihat dari sisi yang berbeda...

Mei:
Ulang tahunku. Tambah tua, tambah sering ditanya: kapan kawin? Duh, tanya-tanya melulu, padahal kan kalau aku akan kawin pasti bikin pengumuman, kalau perlu malah aku pasang spanduk di air mancur bundaran HI. Capek juga menghadapi orang-orang dan menjelaskan kalau aku tidak akan lupa kawin, hanya belum akan kawin.
Lalu, lalu, adik tertuaku akhirnya mendapat pekerjaan baru! Terpujilah Tuhan atas segala sesuatu yang pernah ada dan yang akan pernah ada. Haleluya!
Dan akhirnya, saudara-saudara terkasih, aku sampai di Nepal. Terima kasih semuanya, satu mimpiku sudah tercapai...

Juni:
Rencana audit keempat diundur sampai waktu yang belum ditentukan. Jadi pengangguran lagi bulan ini. Tapi masih punya stok kegirangan karena biaya ujian FRM-ku diganti kantor. Uhuuuuyyyy... karena tidak pernah benar-benar berharap biaya ujianku akan diganti, ini seperti menang undian. Lalu... untuk pertama kalinya aku ikut jalan-jalan dengan tour organizer: FunTrip2Volcano ke Batu Karas dan Cijulang serta Explore Indonesia ke Sempu dan Bromo. Senang juga, ada yang urus ini itu dan aku tinggal bayar dan terima beres. Senang juga, punya teman-teman baru. Tapi aku tetap punya kepuasan yang berbeda pada jalan-jalan yang aku urus sendiri...

Juli:
Panik, panik, akses online buku GRE-ku yang 6 bulan itu nyaris expired. Ke mana saja selama ini? Fuih, padahal audit keempat dimulai bulan ini. Panik, panik, aku belum juga mulai belajar pemrograman C++. Panik, panik, blog jalan-jalanku mandek karena sudah terlalu banyak cerita yang aku tak ingat. Panik, panik, karena aku masih sebodoh dua tahun lalu ketika aku pertama kali menyadari nasibku sebagai auditor. Panik, panik, mengapa otakku berkarat begini? Mogok dan rusak parah, apakah karena tak pernah dipakai? Panik, panik, tahun ini sudah berlalu lebih dari setengahnya dan aku masih berputar-putar di titik yang sama. Panik, panik, karena yang kuingat sejak awal tahun ini hanya berputar di kantor dan jalan-jalan; ke mana kehidupanku yang lain?

Panik, aku sungguh teramat panik.

Tuesday, July 08, 2008

Habis

Kadang-kadang, hanya kadang-kadang, aku kehabisan alasan untuk bertahan. Aku mencari-cari alasan, aku membuat-buat alasan, aku mengingat-ingat alasan yang pernah ada, aku menghitung-hitung alasan yang pernah ada dan semoga akan ada. Tapi sama saja, yang kadang-kadang itu tetap terjadi: aku kehabisan alasan untuk bertahan.

Kadang-kadang, hanya kadang-kadang, aku kehabisan pendorong untuk berjuang. Aku membujuk diriku, aku merayu diriku, aku memaksa diriku, aku menghardik diriku. Tapi sama saja, yang kadang-kadang itu tetap terjadi: aku kehabisan pendorong untuk berjuang.

Kadang-kadang, hanya kadang-kadang, aku kehabisan stok kebahagiaan. Aku mengisi pundi-pundiku dengan teman-teman, dengan keluarga, dengan petualangan, dengan pekerjaan, dengan kesenangan, dengan cinta, dengan doa. Tapi sama saja, yang kadang-kadang itu tetap terjadi: aku kehabisan stok kebahagiaan.

Kadang-kadang, hanya kadang-kadang, aku kehabisan harapan untuk menggapai mimpi-mimpiku. Aku mencoba bertahan, aku terus berjuang, aku menggenjot pertahanan dan perjuanganku dengan remah-remah kebahagiaan yang tersisa. Tapi sama saja, yang kadang-kadang itu tetap terjadiL aku kehabisan harapan untuk menggapai mimpi-mimpiku.

Kadang-kadang, hanya kadang-kadang, semuanya habis. Hampir semuanya. Yang tersisa hanya hatiku dan sejejak cinta pada Bapa Surgawiku.

Thursday, July 03, 2008

Rumah

Beberapa minggu lalu, untuk pertama kalinya, aku berhenti di kawasan Porong. Di kawasan yang sekarang terkenal dengan "wisata lumpur"-nya. Aku dan teman-teman naik ke atas tanggul dan teriris miris melihat lautan lumpur di sana. Bukan cuma lautan lumpur, sebenarnya, ada batang pohon yang mati dan mengering, ada puncak atap rumah yang sepi sendiri tanpa penghuninya.

Dan aku teringat rumahku, atau bukan rumahku tapi rumah orang tuaku. Itulah satu-satunya tempat yang kusebut rumah sampai hari ini, tempat aku menenangkan hati ketika pekerjaan membuatku nyaris gila, tempat aku mencari keteduhan ketika hidup jadi terlalu panas membakar hatiku, tempat aku mendapatkan kehangatan ketika dunia terlalu dingin menghembus asa, tempat aku berkumpul dan tertawa dan menangis dan mengamuk dan merasakan segala rasa bersama orang-orang yang kucintai. Itulah rumahku. Sebentuk bangunan yang aku tahu akan selalu berada di sana, walaupun beratus kilometer dari tempatku tinggal mendulang rupiah. Setidaknya, aku selalu percaya, sebentuk bangunan itu akan selalu berada di sana menungguku pulang.

Tak bisa kubayangkan jika ketika aku pulang yang kudapati hanyalah atap rumahku yang sepi sendiri, megap-megap di antara lautan lumpur coklat buruk berbau busuk. Tak bisa kubayangkan bila aku dan orang-orang yang kucintai dicabut paksa dari akar ini, rumah yang jadi saksi air mata dan canda tawa. Tak bisa kubayangkan bila aku harus kehilangan kenangan dan masa laluku hanya karena aku kecil dan tak berdaya dan tak cukup punya cara untuk melawan lumpur yang terus mengalir dan orang-orang yang hanya tahu menilai segala sesuatu dengan uang. Tak bisa kubayangkan bila aku ada di antara bapak dan ibu korban lumpur di Sidoarjo.

Tak ada yang kebetulan dalam hidup. Tapi bila kehilangan dan rasa sakit harus terjadi, biarlah itu untuk sesuatu yang lebih baik.

-God loves Indonesia, of this I'm sure...-

Wednesday, July 02, 2008

Lain Dulu, Lain Sekarang

Dulu: gue sedih kalau nggak punya kerjaan, nggak dibagi kerjaan
Sekarang: masa bodo kalau gue nggak punya kerjaan: gue bikin kerjaan gue sendiri

Dulu: gue nggak suka jadi orang paling oon
Sekarang: oon juga nggak apa-apa deh, asal hati gue tetap cerah ceria

Dulu: berasa malang kalau di tengah keramaian nggak kenal siapa-siapa
Sekarang: kenal nggak kenal, sendiri atau rame-rame, hajar aja bleeeh

Dulu: kalo temen gue batalin janji tiba-tiba, gue merengut sebel
Sekarang: batalin aja sesuka hati lo, gue tetep jalanin rencana dengan atau tanpa lo

Dulu: sibuk telpon sana sini cari temen nonton show ini itu
Sekarang: imelin aja orang-orang tentang show ini itu, kalo ngga ada yang reply, nonton ndiri asik-asik aja

Dulu: ribet banget kalo dikomentarin rambut dan muka gue yang berantakan
Sekarang: emang gue pikirin kalo rambut dan muka gue berantakan di mata situ? gue kan ngga naksir situ, kqkqkqkq

Dulu: berat banget mikirin masa depan
Sekarang: masa depan, masa sekarang, masa lalu, masa-masa itu sudah ada di tangan yang tepat...