Wednesday, December 31, 2008

Lay It Down

-Jaci Velasquez-

I've been lookin' till my eyes are tired of lookin'
Listenin' till my ears are numb from listenin'
Prayin' till my knees are sore from kneelin' on the bedroom floor
I know that you know that my heart is achin'
I'm running out of tears and my will is breakin'
I don't think that I can carry the burden of it anymore
All of my hopes and my dreams and my best laid plans,
Are slowly slippin' through my folded hands

So I'm gonna lay it down
I'm gonna learn to trust You now
What else can I do
Everything I am depends on You
And if the sun don't come back up
I know Your love will be enough
I'm gonna let it be, I'm gonna let it go,
I'm gonna lay it down.

I've been walkin' through this world like I'm barely livin'
Buried in the doubt of this hole I've been diggin'
But You're pullin' me out
I'm finally breathin' in the open air
This room may be dark but I'm finally seein'
There's a new ray of hope, and now I'm believin'
That the past is past, and the future's beginning to look brighter now
Oh, cause all of my hopes and my dreams and my best laid plans
Are safe and secure when I place them in Your hands

Sunday, December 28, 2008

Anakhonki do Hamoraon di Au

Ai tung so boi pe au lao da tu paredang-edangan
Tar songon dongan-donganki da na lobi pansarian
Alai sudena gellengki da, dang jadi hahurangan
Anakhonki do naummarga di ahu

Ai tung so boi pe au mar wool da mar nilon mar jam tangan
Tar songon dongan-donganki da marsedan marberlian
Alai sudena gellengki da, dang jadi hahurangan
Anakhonki do hamoraon di ahu

Nang so tarihuthon au pe angka dongan
Ndada pola marsak ahu disi
Alai anakhonki da dang jadi hatinggalan
Sian dongan magodang nai

Hu gogo pe mansari, airan nang bodari
Laho pasingkolahon gellengki
Ai ingkon marsingkola, do satimbo-timbona
Sintap ni na tolap gogonghi

Marhoi-hoi pe ahu lao da, tu dolok tu toruan
Mangalului ngolu-ngolu na boi parbodarian
Asalma sahat gellenghi da, sai sahat tu tujuan
Anakhonki do hasangapon di ahu

*Bapak & Mama, my greatest thanks for making me your treasure...*

Wednesday, December 17, 2008

Permata

"Kamu anak bungsu, ya?" tanya pria itu.

"Bukan," jawabku.

"Oooh, pasti anak perempuan satu-satunya ya?" tanyanya lagi.

"Bukan," sahutku, "aku anak sulung dari 4 bersaudara, 2 laki-laki dan 2 perempuan."

"Mmm... atau ini pertama kali kamu bepergian tanpa orang tua?" sambungnya.

Aku tersenyum. Tidak juga, tapi ini pertama kali aku bepergian ke luar kota dengan seorang pria yang baru aku kenal. Pria itu mengaku bernama Agung, mahasiswa Teknik Industri angkatan 95. Sore hari sebelumnya, dia menelepon ke rumahku, menanyakan teknis keberangkatan ke Jakarta untuk interview terakhir kandidat peserta Hitachi Young Leaders Initiative tahun itu. Kandidat dari kampusku ternyata kami berdua. Dia mengaku mendapat nomor teleponku dari sekretariat di kampus. Akhirnya kami sepakat bertemu di stasiun kota Bandung hari itu.

Bapakku mengantarkanku ke stasiun. Begitu dia bertemu dengan pria yang mengaku bernama Agung itu, Bapak langsung mengajaknya ke tempat lain, dan berbincang berdua saja dengannya. Setelah kereta melaju, barulah aku tahu kalau Bapak menanyakan identitas pria itu, meminta melihat KTP dan KTM-nya, dan meminta nomor telepon rumahnya. Juga, tentu, Bapak menitipkan aku padanya.

Bertahun-tahun kemudian, aku diterima bekerja di suatu perusahaan di Jakarta. Hari pertama bekerja, Bapak yang mengantarkanku ke kantor. Bapak juga menungguiku di lobi gedung ketika jam kantor usai lalu bertanya apakah semuanya berjalan dengan baik.

Aku bukan anak bungsunya, bukan satu-satunya anak perempuannya, dan diajar untuk berani menghadapi apa pun dan siapa pun sendiri.  Tapi aku dijaga seperti permata satu-satunya di hatinya.

Aku merindukannya, sungguh merindukannya.

Tuesday, December 16, 2008

My Name in Father's Prayer

'Twas in the days of careless youth, when life was fair and bright,
And ne'er a tear, and scarce a fear o'ercast my day and night,
As, in the quiet eventide, I passed him kneeling there,
That just one word, my name, I heard my name in father's prayer.

I thought but little of it then, tho' rev'rence touched my heart,
To him whose love sought from above for me the better part;
But when life's sterner battles came with many a subtle snare,
Oft that one word, in thought I heard my name in father's prayer.

I wandered on, and heeded not, God's oft repeated call
To turn from sin, to live for Him, and trust to Him my all;
But when at last, convinced of sin, I sank in deep despair,
My hope awoke, when mem'ry spoke my name in father's prayer.

That pleading heart, that soul so tried, has gone into his rest,
But still with me for aye shall be the mem'ry of his trust.
And when I cross the Jordan's tide, and meet him over there,
We'll praise the Lord, who blessed that word, my name in father's prayer.

Originally titled My Name in Mother's Prayer, words by Philip B, Bilhorn, music by E. M. Herndon, arranged by Philip B. Bilhorn

The origiinal was translated to Bahasa Indonesia by E. L. Pohan, titled Di Doa Ibuku, Namaku Disebut

Monday, December 01, 2008

Pertanyaan-pertanyaanku

Kadang-kadang aku bertanya, tahukah dia betapa aku merindukannya? Rindu ini menyesakkan dadaku, mengalirkan air di sudut mataku pada saat-saat tak terduga. Rindu ini mengalirkan derai tangis setiap kali aku akan membaringkan tubuh di malam hari, setiap kali aku terbangun di pagi hari, setiap kali aku sendiri dan tak sedang menyibukkan diri dengan pekerjaanku, bahkan pada saat-saat tak terduga.

Aku memandang buku-bukuku dan mengingat buku tentang ikan yang kubelikan untuknya bertahun-tahun lalu, buku yang kadang-kadang masih dibuka-bukanya kalau waktunya sedang senggang. Aku masuk ke dalam gereja masa kecilku dan mengingat betapa sering dia berdiri di depan altar dan memimpin ibadah di gereja itu. Aku bertemu orang-orang dan mengingat betapa tekun dia mendoakan mereka dalam waktu-waktu doanya. Aku melihat pakaiannya dan mengingat betapa aku sering memakai kemejanya ketika aku kecil, dan dia hanya tertawa.

Kadang-kadang aku bertanya, tahukah dia betapa aku membutuhkannya? Dialah sahabat pertama dalam hidupku. Dia mendengarkanku bercerita tentang segala sesuatu. Dia menghormati mimpi-mimpiku. Dia tak pernah membuatku merasa kecil, dia yang membuatku selalu percaya bahwa aku bisa menggapai bintang walaupun aku bukan orang hebat. Dia membuatku selalu merasa jadi orang yang berharga, orang yang penting, wanita yang cantik, orang yang hebat, bukan karena hal-hal yang kucapai, hal-hal yang kupunya, tapi karena aku adalah aku.

Kadang-kadang aku bertanya, tahukah dia betapa aku mencintainya? Aku cinta dia lebih daripada hidupku sendiri. Aku bertahan melewati banyak hal tanpa mengeluh karena aku terlalu sayang padanya. Aku membuat mimpinya menjadi cita-citaku, harapannya menjadi tujuanku, kesenangannya menjadi kebiasaanku.

Dialah sahabat terbaikku, pahlawanku, bapakku. Tahukah dia bahwa hidupku tak akan sama lagi sekarang?