Showing posts with label my faith. Show all posts
Showing posts with label my faith. Show all posts

Tuesday, August 05, 2025

Kembali

Dua hari lagi aku akan kembali menjadi budak korporat, setelah hampir lima tahun menjadi budak akademis. Aku tak tahu apa yang kurasa, apa yang kuharapkan, apa yang kubayangkan. Masih banyak yang ingin kulakukan: hal-hal yang sebelumnya telah kurencanakan untuk kulakukan dalam lima tahun terakhir yang tak mungkin kulakukan sebagai budak korporat.

Dua hari lagi aku akan kembali menjadi budak korporat. Mungkin aku tahu pasti apa yang aku rasa, apa yang kuharap, apa yang kuingin, tapi aku terlalu takut kecewa. Mungkin aku membiarkan diriku melayang dalam kekosongan untuk menjaga hatiku hancur berkeping karena terluka. Mungkin aku tak pernah ingin kembali. 

Dua hari lagi aku akan kembali menjadi budak korporat. Yang dapat kulakukan sekarang hanya menarik napas dalam, sedalam-dalamnya, menutup mataku, dan memanjatkan doa tanpa kata-kata. Karena Tuhan mengerti segala bahasa, bahkan bahasa air mata.

Tuesday, November 30, 2010

This Imbecile Bitch

I really feel like an imbecile bitch for not knowing that Chi Square Distribution has something to do with Normal Distribution. To make it perfect, this imbecile bitch just don't know what exactly the definition of a Mean Square Error is. I have been a moron for a couple of weeks, kept mixing up things and couldn't concentrate with or without passion. I might very well turn out to be an idiot bitch for the rest of this two weeks, dying to enjoy everything I used to love with all my soul.

I am forever grateful that you love me just the same, this imbecile bitch. Full mark or ground zero on those tests, I know you love me just the same. So I won't let you down. As you give me the strength, the wisdom, the willingness, I will work it out with you. And let the glory be all yours.

Saturday, November 13, 2010

I Believe It's Better to:

...start giving thanks for little nice things that's happening to me rather than complaining on enormous horrible things that I just can't get rid of

...start being a good friend to somebody rather than sobbing over not having a real friend close by

...start being passionate with the path I have chosen rather than regretting over the ones I have not

...start living one step at a time rather than looking too far forward on those scary-dark-never ending tunnel

...start believing again in a God who never forsake me rather than enraged over some people who just don't know how to be nice

...start working on my Probability and Stochastic Processes problems one at a time rather than worrying how I can get through with only four weeks to go

and finally, start believing again in a God who "gives to His beloved even in his sleep"  but also wants me to "take lessons from the ants"...


--so cheer up a little, gloomy curly, your Lord God loves you so much He's even given His only Son--

Wednesday, November 03, 2010

Semoga Tuhan Berkenan

Aku tak tahu, di mana telah terjadi kesalahan. Aku bahkan tak tahu, apakah memang ada yang salah. Aku hanya mau menguatkan hati, menguatkan tubuh, menguatkan mental. Di mana pun kesalahan itu, bahkan walau memang tak ada yang salah, aku akan tetap melangkah. Aku berjanji tak akan menyalahkan siapa pun, apa pun; aku tak akan menyesali apa pun, tak akan menyesali setiap keputusan, setiap tindakan, setiap langkah, setiap kata. Aku akan memperbaiki kesalahanku, bila ada, dan berjanji akan berusaha sekuat hati dan tenaga untuk tidak mengulangi, namun aku tak akan menyesali apa pun.

Aku akan melangkah dengan kepala tegak. Aku akan berjuang dengan doa, kerja keras, dan air mata. Aku akan merendahkan hati, persis seperti mendiang Bapak tersayang selalu ingatkanku. Aku berjanji akan lakukan yang terbaik yang aku bisa lakukan. Mungkin aku akan gagal, tapi aku tak akan menyerah.

Aku serahkan ketetapanku, pengharapanku, kerja kerasku, keputusasaanku, pada Tuhan yang memiliki kuasa untuk mencipta dari tidak ada menjadi ada. Aku percaya Tuhan bisa menjadikan tidak mungkin menjadi mungkin, ekor menjadi kepala, lemah menjadi kuat, tak memiliki menjadi berkelimpahan. Aku tak akan menyerah; semoga Tuhan berkenan.

Friday, June 04, 2010

Probability

Probability zero is of God's decision.
Probability one is God's ultimate right.
For me, as long as it is between zero and one, then I will do whatever
left to be done.
And it is by your power, God Almighty, to make it zero or one.

Friday, January 15, 2010

Belajar Percaya

Aku menatap langit
luas bagai tanpa tepi
kadang biru bersih tanpa noda
kadang putih suram tanpa nada ceria
kadang berseri diseling awan tipis
kadang gelap diberati awan hitam tebal
kadang kelam tanpa bintang
kadang dipijari berjuta kelip mungil
tapi semua ternyata hanya bagian kecil
dari perjalanan alam semesta
dari rencana besar Sang Agung

Aku menatap hidupku
terlihat panjang, entah berujung di mana
kadang bersinar begitu terang
kadang mulus membosankan
kadang berliku tak terpahami
kadang penuh gejolak meresahkan
kadang dihujani air mata
kadang diwarnai kemarahan menggelegak
kadang dipoles bahagia tak ternyana
kadang gelap tanpa harapan
tapi semua ternyata hanya bagian kecil
dari rencana Sang Maha Kasih
dan dari pelajaranku untuk tetap percaya pada-Nya

Pelajaran tanpa akhir
kadang aku lewati dengan baik
lebih sering aku tidak lulus
mengulang lagi kelas yang sama, berulang-ulang
Aku masih belum menyerah
karena Sang Maha Sabar juga belum menyerah
Ajari aku, jangan berhenti mengajariku, untuk percaya

**ku tak akan menyerah pada apapun juga sebelum kucoba semua yang
kubisa, tetapi kuberserah kepada kehendak-Mu, hatiku percaya Tuhan
punya rencana**

Thursday, December 10, 2009

my prayer

do you know how it feels
to really want something
to walk all the way just to get to a place
to do everything to reach something
just to find that it feels like it's not something made for you?

do you know how it feels
to really want something
and find that every step you take
just bring you further away?

do you know how it feels
to really want something
and all you can do, at the end, just to get on your knee
as always...?

you are all I got
you are my only hope
so stay with me, please
you know it's gonna be hard for me
it's gonna be tearful for me
so cry with me, will you, dear lord?

Wednesday, June 18, 2008

I don't have that angelic voice I wish I had but still I will sing...

Lord, you seem so far away, a million miles or more it feels today.
And though I haven't lost my faith, I must confess right now that it's hard for me to pray.
But I don't know what to say and I don't know where to start, but as you give the grace with all that's in my heart I will sing, I will praise, even in my darkest hour, through the sorrow and the pain.
I will sing, I will praise, lift my hands to honor you because your word is true.
I will sing.

Lord, it's hard for me to see all the thoughts and plans you have for me.
But I will put my trust in you knowing that you died to set me free.
But I don't know what to say and I don't know where to start, but as you give the grace with all that's in my heart I will sing, I will praise, even in my darkest hour, through the sorrow and the pain.
I will sing, I will praise, lift my hands to honor you because your word is true.
I will sing.

-I will Sing, Don Moen-

when a song tells it all...

Wednesday, May 07, 2008

Hanya Deretan Keberuntungan

Itulah hidupku: keberuntungan disambung keberuntungan, walaupun penyambungnya seringkali adalah air mata dan hati yang berdarah-darah. Begitulah aku memandang hidupku: kerja keras dan kepedihan berbuah manis karena disiram dengan keberuntungan. Dan hanya itulah yang aku inginkan dalam hidupku: mimpi dan harapan yang tak pernah mati karena keyakinanku juga tak pernah mati pada Pribadi yang tak pernah enggan melimpahiku dengan keberuntungan.

Beberapa orang menyebutkan berkah, yang lain menyebutnya rezeki, ada pula yang menyebutnya kasih karunia. Aku, aku lebih suka menyebutnya keberuntungan. Karena aku tak pernah menunggunya terjadi, aku hanya tahu itu pasti terjadi, pada suatu waktu, pada suatu tempat, entah di hidupku sekarang, atau di keabadian. Aku menyebutnya keberuntungan, karena buatku itu adalah kejutan-kejutan yang menggegap gempita hidupku. 

Sesungguhnya, apakah ada yang kumiliki yang kuperoleh karena aku layak mendapatkannya, yang aku peroleh bukan semata-mata karena keberuntungan? Hidup, cinta, karir, mimpi? Karena hanya itulah yang aku miliki dalam perjalanan panjang usiaku; dan hanya itu pula yang aku ingin miliki sepanjang usia yang akan datang dalam rengkuhanku.

Dan aku tak pernah malu walau seisi dunia bilang dalam segala hal aku hanya beruntung: tak pernah cukup baik untuk semua yang pernah aku dapatkan, hanya cukup berharga untuk menjadi biji matanya Yang Maha Kasih. 

Happy belated birthday to me, may I be a God-sent blessing to the world.

Wednesday, April 30, 2008

Tiga Puluh Tahun Lagi

Seperti apa ya, gue tiga puluh tahun lagi? Pertanyaan aneh, mengusik kepala gue yang terangguk-angguk karena kantuk di sela acara penghargaan masa bakti pegawai di kantor gue. Ada yang sudah kerja 15, 20, 25, dan yang paling lama 30 tahun. Ck ck ck ck... sampe ngga yah, gue, tiga puluh tahun "mengabdi" di tempat yang sama? Hmmm... di kantor yang lama, 3 tahun 10 bulan, dan gue sudah resah gelisah bahkan sebelum tahun pertama berakhir...

Hyaaa gue jadi bertanya-tanya aja, 30 tahun setelah hari ini, bakalan kaya gimana hidup gue. Punya suami kaya gimana? (itu kalau punya suami dan kalau masih punya suami di umur segitu). Punya anak ngga ya gue? Berapa orang? Udah pada jadi apa? Masih hidup semua ngga tuh anak-anak gue? Atau mungkin gue udah punya cucu ya? Huaaaaa gue jadi nenek! Bokap-nyokap gue gimana? Masih ada sama gue ngga di bumi yang fana ini dan ngliat cucu-cucu gue (kalo gue punya) beranjak dewasa?

Tiga puluh tahun lagi, mimpi-mimpi gue yang mana ya yang sudah kesampean? Jadi ngga gue sekolah ke Haas? Kalau jadi, berhasil ngga gue lulus dari sana? Apa gue enjoy di sana? Trus, gue bakal udah pindah kerja berapa kali yah? Atau barangkali gue udah jadi financial engineer ngetop? Atau mungkin gue pensiun dini dan buka toko buku yang ada bel di pintunya dan bunyi krincing-krincing tiap kali ada orang datang? Atau.... mungkin gue ngga pernah berangkat ke Haas dan malah bikin kedai kopi yang paling ngetop di Indonesia, tempat nongkrong orang-orang pinter yang ngomongin kenapa orang Indonesia hebat-hebat? Atau barangkali gue sukses dengan sekolah gratis gue, dengan fasilitas seyahud sekolah internasional, tapi gratis manis dan dibuka buat anak-anak miskin di negri gue? Atau... oh, gue gegap gempita dengan novel-novel gue yang jadi best seller?

Atau mungkinkah 30 tahun lagi gue ngga jadi apa-apa, ngga sampe ke mimpi gue yang mana pun, dan cuma jadi gue yang biasa-biasa aja seperti gue sekarang ini?

Gue harap, sepenuh hati, jadi apapun gue 30 tahun lagi, gue ngga menyesali hidup gue dan pilihan-pilihan gue. Gue harap, entah gue jadi orang yang gue selalu impikan atau sama sekali ngga mencapai hal-hal besar yang gue mau, gue bisa tetap puas dengan hidup gue dan menikmati puluhan tahun yang gue hidupi. Gue harap, kalau 30 tahun dari hari ini gue melihat perjalanan gue yang telah berlalu, gue bakal bisa bilang: hidup gue lengkap, perjalanan gue sempurna, dan gue sudah melalui pertandingan yang hebat. Dan gue juga harap, pada akhirnya gue bisa bilang yang Rasul Paulus pernah bilang: karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Amin.

PS: lagi eling nih gue...

Tuesday, April 29, 2008

Menunggu Mati

Kadang-kadang, segala sesuatu seperti hanya menunggu mati. Banyak fase dilalui, banyak jalan ditapaki, satu tujuan dikejar sepenuh jiwa, tapi kadang-kadang, hanya kadang-kadang, sepertinya itu hanya untuk menunggu mati.

Anjing-anjing menunggu mati.  Mereka  lahir dalam payah,  berlelah-lelah para induk menjaga hidup si muda, dan sepanjang hayat pula makhluk-makhluk itu menjaga hidup tetap dalam tubuh mereka. Tapi akhirnya mereka akan terbaring, menunggu mati. Atau termangu, memasrahkan tubuh disantap makhluk lainnya. Hanya menunggu mati.

Aku juga menunggu mati. Sama payahnya hidupku dengan hidup anjing-anjing yang menunggu mati. Sama berjuangnya menjaga warna hidup tetap indah, sama payahnya menjaga hati tetap penuh senyum. Tapi akhirnya, hanya menunggu mati.

--on search of the real meaning of life, of my half-hearted devotion to my Beloved Father--

Tuesday, September 25, 2007

Tentang Mati

Death be not proud, though some have called thee Mighty and dreadfull, for, thou art not soe, For, those, whom thou think'st, thou dost overthrow, Die not, poore death, nor yet canst thou kill mee. From rest and sleepe, which but thy pictures bee, Much pleasure, then from thee, much more must flow, And soonest our best men with thee doe goe, Rest of their bones, and soules deliverie. Thou art slave to Fate, Chance, kings, and desperate men, And dost with poyson, warre, and sicknesse dwell, And poppie, or charmes can make us sleepe as well, And better then thy stroake; why swell'st thou then? One short sleepe past, wee wake eternally, And death shall be no more; death, thou shalt die.

Death Be Not Proud by John Donne

Mati. Empat huruf yang bisa bikin manusia mengharu biru. Atau bikin manusia yang masih hidup jadi hancur? Aku tidak tahu pasti. Perkenalan pertamaku dengan kematian yang mengharu biru adalah saat kematiaan nenekku. Aku masih bisa mengingat ambiance saat itu. Tapi jujur, aku tidak merasakan kesedihan yang menyesakkan dada saat itu. Apa karena aku masih terlalu kecil untuk mengerti kematian dan kesedihan dan perasaan kosong karena ditinggalkan oleh orang terkasih? Atau karena aku memang tidak sanggup merengkuh rasa yang begitu mendalam itu? Aku juga tidak tahu pasti.

Kematian kedua yang aku kenal adalah kematian anjing pertamaku. Anjing hitam kecil yang aku tidak pernah tau rasnya apa. Salah satu kenalan keluargaku mengantarkannya di suatu sore dan aku ketakutan setengah mati karena tidak ada siapapun di rumah selain aku sore itu. Anjing itu kumasukkan ke dalam kamar adikku supaya dia tidak terus menerus mengendus kakiku dan betisku dan tanganku dan seluruh tubuhku. Tapi anjing itu tak henti-hentinya berkaing-kaing dari dalam kamar yang tertutup sampai akhirnya kubiarkan dia bebas mengendus-endus segala sesuatu. Intinya, aku punya kenangan yang kusimpan sampai sekarang, lebih dari 15 tahun kemudian. Pada saat matinya, aku yang menggendong mayatnya yang berlumuran darah dari jalan besar di belakang rumahku. Aku pula yang meletakkannya di lubang yang digali ayahku bersama kausku yang merah oleh darahnya.

Kematian selanjutnya terasa begitu jauh dari hatiku. Kematian kerabat yang tak kuingat wajahnya, atau teman-teman yang hanya kutahu nama dan wajahnya (dan mungkin tidak pernah tahu nama apalagi wajahku). Aku ikut melayat ke sana, melayat ke sini; memeluk anggota keluarga yang ditinggalkan dan membiarkan air mata menggenangi mataku. Bukan, bukan sedih karena kematian, tapi sedih karena melihat orang yang kukenal begitu bersedih karena ditinggalkan. Begitu perkasakah kematian?

Bukan, bukan kematian yang begitu perkasa. Penyesalan dan kesepian lebih perkasa dari kematian. Ya, menyesal karena ada hal-hal yang belum dilakukan bersama yang telah wafat atau untuk yang telah wafat; menyesal karena ada kata-kata yang belum disampaikan atau karena ada kata-kata yang telanjur diucapkan; menyesal karena belum cukup banyak pelukan, ciuman, dan peluh yang ditumpahkan untuk yang telah wafat; menyesal karena harapan dan mimpi tak bisa lagi diwujudkan untuk orang yang telah mati. Dan kesepian... Kesepian yang bisa membunuh lebih cepat dari penyakit, lebih cepat dari bencana. Mungkin kematian memang perkasa.

Buatku, kehidupan setelah kematian lebih perkasa. Seperti yang John Donne dengan gagah bilang: One short sleepe past, wee wake eternally, And death shall be no more.

Mengenang yang terkasih Christofer Landro Manullang

Wednesday, April 11, 2007

Memandang Alam dari atas Gedung

Biasanya aku nggak suka menempeli blog-ku dengan foto--foto apapun. Tapi ini agak berbeda, foto kawasan Semanggi diambil dari lantai 22 sebuah gedung di daerah itu. Bukan foto yang masuk kategori bagus, tapi cukup buat menunjukkan bahwa aku bisa melihat Semanggi yang lebih luas daripada yang biasanya aku lihat.

Yaa, biasanya aku cuma bisa melihat semanggi sepotong-sepotong: belokan menuju Plaza Semanggi, kolong di bawah jembatan layang Semanggi, gedung Polda Metro Jaya, atau pohon-pohon bak hutan tak jadi di antara putaran Semanggi. Aku memang bisa membayangkan gambaran utuhnya dari potongan-potongan itu, tapi tidak seutuh yang aku lihat ketika mengambil foto ini.

Mungkin seperti itu juga ya, dengan hidup. Manusia cuma bisa melihat sepotong-sepotong: kelahiran, pertumbuhan, masa sekolah, kuliah, bekerja, berganti pekerjaan, menemukan kekasih, meninggalkan kekasih, menikah, mempunyai anak, membesarkan anak, menikahkan anak... Gambaran utuhnya baru bisa dilihat kalau sudah berlalu; itu pun tidak benar-benar utuh, karena ada potongan lain di depan yang belum terlihat, belum diketahui. Dan cuma satu pribadi yang bisa melihatnya dengan utuh, dengan seharusnya: Tuhan.

Segala sesuatu yang cuma sepotong-sepotong itu kadang-kadang membuat resah, tapi sering juga membuat tambah bergairah, bersemangat. Mungkin hidup memang terlalu misterius untuk dipotret dan dianalisa. Dan mungkin memang lebih baik begitu.

nb: aku memang sekarang lagi suka memandang alam, dari mana aja, nggak perlu dari atas gedung; dari balik meja, dari jendela, dari kejauhan, dari dekat... hehehe..


Tuesday, January 23, 2007

Hidup ini indah kalo…

hidup ini indah kalo lagi kenyang

hidup ini indah kalo dompet lagi tebel

hidup ini indah kalo lagi ga punya duit trus ada yg nraktir

hidup ini indah kalo ada orang yg bisa dicela

hidup ini indah kalo bisa ketawa sampe sakit perut

hidup ini indah kalo bangun pagi2 trus boleh tidur lagi sampe puas

hidup ini indah kalo barang2 pada diskon

hidup ini indah kalo bisa tidur pas lagi ngantuk

hidup ini indah kalo koleksi topeng kaca gue bisa komplit

hidup ini indah kalo laptop lelet gue diganti yg baru

hidup ini indah kalo gue bisa punya kesibukan

hidup ini indah kalo temen2 dari dua puluh tahun yg lalu tetep jd temen

hidup ini indah kalo masi bisa terus cha cha

hidup ini indah kalo masi punya temen buat diajak nonton ini dan nonton itu

hidup ini indah kalo...

ternyata, hidup ini indah krn hal2 yg kecil

ternyata, hidup ini pada dasarnya memang indah kok

hidup ini tetep indah walopun gaji gue diturunin

hidup ini tetep indah walopun perut gue bergejolak

hidup ini tetep indah walopun tanggal gajian ga dateng2

hidup ini tetep indah walopun wiken sering en-te-de

hidup ini tetep indah walopun tiap hari ga tau mau ngapain

hidup ini tetep indah walopun cita2 gue ga nyampe2

hidup ini tetep indah walopun novel gue ga kelar2

hidup ini tetep indah walopun gue ga sanggup beli buku yg harganya 180 dolar itu

hidup ini tetep indah walopun beberapa teman menghilang dari peredaran

hidup ini tetep indah walopun banyak hal terjadi

kesimpulannya, hidup ini memang indah

walopun kadang2 nangis darah

walopun kadang2 pengen mencincang seseorang

walopun kadang2 pengen menghilang ke dasar bumi

tapi hidup ini memang dibuat untuk jadi indah

jadi, terima kasih tuhan untuk hidup yang indah

Friday, December 15, 2006

whatever will be, will be

ku tak membawa apapun juga saat kudatang ke dunia
kutinggal semua pada akhirnya, saat ku kembali ke surga
 
inilah yang kupunya:
hati sebagai hamba yang mau taat dan setia padamu, Bapa
kemana pun kubawa hati yang menyembah
dalam roh dan kebenaran sampai selamanya
 
bagaimana ku membalas kasihmu?
sgala yang kupunya, itu milikmu...
 
-hati sebagai hamba, jonathan prawira-
 
*akibat pasrah setelah gaji yang belum pernah gue terima turun
enam belas persen: kembali ke titik nol*

Thursday, November 30, 2006

belajar

dulu sekali, nyokap gue bilang gue doyan belajar. padahal, kalo mau jujur, bukannya doyan belajar tapi doyan baca. dan karena bokap-nyokap ogah beliin novel or komik, no choice gank, gue doyan baca buku IPA jaman kelas satu es de yg isinya: ini batu, batu benda padat; ini air, air benda cair. gue ulang2 sampe muak, hehehe... ato baca buku pe em pe yg isinya ani beribadah di mesjid, iwan beribadah di gereja, ani dan iwan hidup rukun. pilihan lain, baca koran pikiran rakyat yg dibawa pulang bokap gue tiap dia pulang buat makan siang. lumayan, gue jadi rada cerdas :)

 

setelah segede sekarang, ternyata esensi belajar jadi beda, ya? gue kasi definisi baru untuk kata ini. belajar adalah memandang rumput hijau berembun dan mengerti bahwa alam semesta dipelihara oleh Allah. belajar adalah menatap mata sahabat-sahabatmu dan mengerti bahwa hidupmu berharga di mata Allah. belajar adalah menikmati tidur dan makan dan mengerti bahwa Allah tahu caranya memberikan hidup yang indah. belajar adalah tertawa bersama orang yg baru saja kau kenal dan mengerti bahwa Allah menciptakan waktu yg sesaat dan menjadikannya berarti. belajar adalah menerima hidup sebagai keindahan dan mengerti bahwa semuanya diberikan dengan cuma-cuma. belajar adalah menghirup kesulitan dan merasakan decap sedapnya serta mengerti bahwa manis dan asam Allah ciptakan untuk membuat kelezatan. dan akhirnya, belajar adalah tetap menulis walaupun gue lebih suka tidur lelap siang ini...:D.
 
ditulis 18 maret 2003

Thursday, November 16, 2006

ADIL

Seorang tuna netra duduk dalam gelisah. Tangannya meremas kartu peserta SPMB dengan resah. Bagaimana pula caranya menghitung dalam bayangan? Reader-nya membacakan soal integral yang luar biasa rumit bahkan untuk seorang muda dengan penglihatan normal, apalagi untuk dia yg harus mendengarkan dengan teliti dan membayangkan perhitungannya. Belum lagi soal-soal bahasa Inggris yang kadang dibacakan dengan pronounciation salah. Dia harus bekerja seratus kali lebih keras supaya bisa bersekolah di SMU bersama orang-orang berpenglihatan normal. Dia harus berusaha seratus kali lebih keras   dari  orang-orang berpenglihatan normal untuk bisa menjawab satu soal yang dibacakan. Dia harus menjadikan dirinya seratus kali lebih cerdas dari orang-orang berpenglihatan normal supaya bisa lolos dari ujian ini. Dia harus selalu seratus kali lebih dari orang-orang berpenglihatan normal dalam segala sesuatu. Adilkah hidup?

 

Aku bisa berikan seratus kisah lagi semacam ini. Seorang ayah yang bekerja luar biasa keras untuk gaji yang tak seberapa jadi korban "restrukturisasi" di kantornya, kehilangan satu-satunya gantungan hidup anak-anak dan istrinya. Seorang perempuan kehilangan masa depan karena entah berapa belas serdadu yang memperlakukan tubuhnya seperti mainan yang dilemparkan dari kahyangan. Para janda muda yang sekali-kali melacurkan tubuhnya supaya anaknya bisa terus bersekolah. Ratusan anak yang tak pernah mengecap sedapnya memperoleh pendidikan, bukan karena mereka tak mau tapi karena tak satu pun guru mau menjadi pengajar mereka. Adilkah hidup?

 

Aku menghitung-hitung masa dalam hidupku. Hal-hal yang sudah aku peroleh; hal-hal yang selalu aku inginkan tapi belum aku dapatkan; hal-hal yang akan selalu aku inginkan tapi yang aku tahu tak akan pernah aku dapatkan; hal-hal yang tak pernah aku inginkan terjadi tapi tetap saja aku harus jalani; hal-hal yang tak berani aku bayangkan namun terjadi begitu saja seperti hujan mengguyur padang pasir. Adilkah hidup?

 

Tidak. Hidup tidak adil. Hidup tidak pernah adil. Tengoklah sejarah dan akan kau temukan bahwa hidup tidak adil. Hanya satu yang adil. Hanya Tuhan yang adil.

 

 

Ditulis 16 Juli 2004

Thursday, October 05, 2006

So here I am again, Willing to be opened up and broken like a flower in the rain

Tell me what have I to do to die and then be raised

To reach beyond the pain

Like a flower in the rain…

-a flower in the rain, jaci velasquez-

Friday, July 14, 2006

Tentang Potret Kristus

Ringan tapi menyudutkan. Seperti membaca pikiran gw sendiri... Ini gw ambil dari milis favorit gw, pasarbuku (http://groups.yahoo.com/group/pasarbuku/message/34803)

-----------------------------------

Oleh: Mula Harahap

Ketika saya masih berusia 5 tahun dan tinggal di Lorong Roma, Kampung Sidorame, nun di kota Medan sana, maka ada satu permainan yang sering saya lakukan bersama adik saya Elisabeth. Permainan tersebut adalah hasil kreasi kami sendiri, dan hanya kami yang mengetahui operasionalnya. Permainan tersebut kami namakan, "Melihat Tuhan Yesus."

Pagi-pagi benar, sehabis bangun tidur, kami akan duduk di tangga rumah dan mengarahkan pandangan ke langit biru. Bila kami mengarahkan pandangan sedemikian rupa dan dalam waktu yang cukup lama ke langit, maka akan tampaklah sosok-sosok transparan yang menyerupai bumerang, sabit atau sayap capung yang bergerak perlahan-lahan; dari kiri ke kanan, dari atas ke bawah atau dari sudut yang satu ke sudut yang lain. Kemudian sampai pada satu titik tertentu, sosok tersebut akan hilang dari pandangan.

"Kau lihatkah Tuhan Yesus-nya, dik?" "Lihat, bang." "Ada berapa Tuhan Yesus yang kau lihat?" "Dua. Abang lihat berapa?" "Satu. Nah, nah ini dia...Ehh, sudah hilang."

Begitulah, hampir setiap pagi kami betah duduk di tangga; menghitung "Tuhan Yesus" yang bergerak-gerak di langit dan yang kemudian, pada satu titik tertentu akan menghilang, lalu disusul oleh "Tuhan Yesus" yang berikut.

Di kemudian hari, setelah saya bertambah besar, maka sadarlah saya bahwa yang kami lihat sebagai Tuhan Yesus itu ternyata hanyalah debu atau kotoran yang menempel di bola mata. Lalu, karena lendir yang ada di mata yang belum dibasuh, maka kotoran atau debu itu akan bergerak-gerak. Dan bila mata di arahkan ke langit, maka tentu saja ia akan kelihatan seperti sabit, bumerang atau sayap capung. Tapi ketika itu, tentu saja saya dan adik saya percaya benar bahwa yang kami lihat itu memang Tuhan Yesus. Dan sebagaimana layaknya orang dewasa, kesadaran melihat Tuhan Yesus ternyata juga memberikan suasana damai dan sukacita kepada kami. (Setidak-tidaknya, selama 1 jam kami tidak perlu berkelahi sebagaimana biasanya yang dilakukan oleh dua kakak-beradik. Dan ibu bisa melakukan pekerjaannya dengan tenang...).

Lelaki Berjenggot dan Berjambang

Ketika saya masuk sekolah maka mulailah saya mengenal citra yang lain dari Tuhan Yesus. (Saya bersekolah biasa di SD Kristen Immanuel dan bersekolah minggu di HKBP Sidorame).

Saya rasa, citra Tuhan Yesus yang diperkenalkan kepada saya adalah juga citra yang diperkenalkan kepada semua anak di muka bumi ini, yaitu potret seorang lelaki berambut panjang, berkumis-berjanggut- berjambang dan memakai jubah putih.

Potret ini ada di buku cerita-cerita Alkitab, ada di kartu dan ada pula di lembar peraga. Kadang-kadang lelaki itu diperlihatkan duduk di tengah kerumunan anak-anak. Kadang-kadang ia diperlihatkan berdiri di tengah sekawanan domba. Kadang-kadang ia diperlihatkan sedang berdoa dengan tangan yang terkatup dan mata memandang ke langit.

Begitu meresapnya potret Yesus itu ke dalam pemahaman saya, sehingga wajah itu jugalah yang muncul setiap kali saya berdoa memohon sesuatu kepadaNya. (Dan sebagaimana halnya anak-anak, maka doa permohonan saya tentu hanya berkisar di seputar bagaimana agar hasil ulangan mendapat nilai tinggi, bagaimana agar saya tidak "dikompas" oleh anak-anak di ujung jalan sana atau bagaimana agar ibu jangan cepat mati).

Kadang-kadang ada saja kawan yang "berani" dan memberi tambahan gambar kacamata di atas potret wajah itu. Tapi bagi saya perbuatan kawan tersebut sungguh merupakan sebuah dosa besar. Dan saya yakin ia pasti akan masuk ke neraka...

Sedemikian yakinnya saya akan wajah Yesus, sehingga ketika masih duduk di bangku SD itu juga, "iman" saya pernah guncang karena fenomena seorang gila yang sering menyelonong ke halaman sekolah kami.

Pada waktu itu, di tahun 60-an, di kota Medan ada seorang lelaki yang sering berkeluyuran di seantero kota sambil komat-kamit dan membawa Alkitab. Ia berambut panjang, berkumis-berjanggut, memakai jubah putih dan selalu mengenakan sepatu sandal. Kami menamainya "Si Panggabean Gila Agama".

Bila ada kerumunan orang, maka "Si Panggabean" akan menyeruak masuk dan mulai berkhotbah. Saya tidak tahu benar apa yang dikhotbahkannya, tapi dalam khotbahnya ia selalu berulang-ulang meneriakkan, "Bertobatlah karena tiga hari lagi dunia akan kiamat..."

Begitulah, kalau pada jam keluar main pintu pagar tidak tertutup maka "Si Panggabean" akan menyelonong masuk. Mulailah ia berkhotbah di bawah tiang bendera dan dalam waktu sekejap saja semua anak sudah berkerumun di sekitarnya. Ada yang hanya tertawa-tawa, ada yang mengulang-ulang perkataannya, ada yang menarik-narik jubahnya dan ada pula yang melemparinya dengan batu kecil. Tapi "Si Panggabean" tidak pernah marah. Ia hanya tersenyum dan terus saja berceloteh.

Dan sementara menonton "Si Panggabean" berkhotbah saya bergumul dalam hati, "Bagaimana kalau dia memang benar adalah Tuhan Yesus? Anak-anak yang mengganggunya itu pasti akan masuk neraka..." Karena itu saya tidak pernah berani mengusik "Si Panggabean". Kadang-kadang saya beranikan juga diri saya untuk menyentuh jubahnya yang putih itu. Tapi niat saya bukan untuk mengganggu. Seperti yang dilakukan oleh perempuan yang menderita perdarahan dalam cerita Alkitab itu; saya berharap ada kuasa yang mengalir dari jubah itu ke diri saya.

The Beatles dan Che Guevara

Ketika saya beranjak remaja maka potret Kristus yang saya bawa sedari masa kanak-kanak itu mulai kabur. Saya tidak tahu, apakah potret itu kabur karena saya sudah jarang memandangnya ataukah karena ia telah di-"imposed" oleh potret-potret "nabi" lain yang tidak kalah memukaunya.

Zaman ketika saya remaja adalah zaman yang gegap gempita oleh kehadiran "The Beatles", "The Rolling Stones" dan "The Cats". Semua personil-personil grup musik populer itu berambut panjang dan berkumis-berjanggut-berjambang. Dan potret "orang-orang besar" itulah yang lebih mendominasi halaman buku tulis, pintu lemari pakaian atau dinding kamar tidur kami, para remaja waktu itu. Saya rasa hanya anak-anak yang "kuper" sajalah yang masih memajang potret orang Nazaret yang menggendong domba itu di halaman buku tulisnya.

Satu pahlawan lagi yang tak kalah romantisnya pada waktu itu adalah Che Guevara. Gambar pria Argentina yang berjuang untuk Kuba dan mati tertembak di Bolivia ini juga menjadi pujaan orang muda di mana-mana. Sedemikan kagumnya saya dengan Che Guevara, sehingga--walaupun tidak mengerti bahasa Inggeris--saya selalu membawa-bawa sebuah buku saku karangannya, "The Guerilla Warfare", kemana-mana.

Begitulah, semaja remaja, kalau saya berdoa (sesekali), maka saya tidak tahu wajah siapa yang ada di benak saya. Kadang-kadang saya melihat Kristus, kadang-kadang saya melihat Che Guevara dan kadang-kadang saya melihat John Lennon. (Dan bagi saya pada waktu itu, lagu "Imagine" tentu saja jauh lebih hebat dari "Khotbah Di Bukit").

Para Waria yang Dikejar Tramtib

Begitulah, sejalan dengan perubahan usia, berubah pula citra atau potret Kristus yang saya persepsikan di dalam diri saya. Dalam satu titik perjalanan hidup, tiba-tiba saya menyadari, bahwa kalau saya berdoa atau berpikir tentang Kristus maka citra yang muncul lebih banyak berupa suasana atau pemandangan.

Kadang-kadang saya mempersepsikan Kristus sebagai sebuah taman. Kadang-kadang saya mempersepsikan-Nnya sebagai sebuah sungai yang jernih dan tenang. Kadang-kadang sebagai sebuah jalan yang lurus, sebagai sebuah pohon, seberkas sinar, sepotong laut, atau apa saja. (Tadi pagi saya berdoa memohon perlindungan Kristus terhadap orang- orang yang saya kasihi yang ada di Medan, Bandung, Jakarta, Mataram dan Ambon. Lalu tiba-tiba saya melihat Kristus seperti seekor induk ayam yang besar, yang merentangkan kedua sayapnya untuk melindungi anak-anaknya dari intaian elang yang sedang melayang-layang di langit).

Saya tidak tahu apa yang menyebabkan perubahan di dalam diri saya dalam mempersepsikan Kristus. Kalau saya pikir-pikir lebih jauh; mungkin hal ini disebabkan karena saya terlalu banyak membaca sajak dan novel.

Ketika hal ini saya diskusikan dengan seorang sahabat dia hanya menatap saya dan berkata, "Akh, gila, lu!" Tapi saya rasa saya tidak gila. Saya tahu para penulis Alkitab juga sering mempersepsikan Kristus sebagai pohon anggur, jalan, terang, mempelai pria, kumpulan orang-orang (gereja), benteng, gunung batu dan apa saja.

Krisis yang berkepanjangan dan melanda negeri ini tentu saja sangat merasuki pikiran saya. Karena itu, kadang-kadang Kristus saya persepsikan pula sebagai kerumunan orang-orang Batak "yang tak berketentuan" di perempatan Cawang--Jakarta Timur sana, bayi-bayi korban deman berdarah "dengue" yang berdesak-desak di kamar rumah sakit, wajah anak-anak yang ceria ketika jam bubaran sekolah, iring- iringan tahanan kelas teri yang terpincang-pincang (karena kakinya ditembak) di depan kantor Polres atau banci yang tunggang-langgang dikejar tim Tramtib.

Kristus juga bisa mewujud dalam paduan suara para janda yang dengan suara sederhana tapi sungguh-sungguh menyanyi pada jam kebaktian di gereja.

Dua hari yang lalu, di sebuah apotik di bilangan Cempaka Putih-- Jakarta Timur ada seorang bapak yang turun tertatih-tatih dari "bajaj" dan menyodorkan resepnya di loket. Ketika petugas menyebut harga obat tersebut, si bapak terdiam. Lalu dengan suara lirih dia bertanya, "Bolehkah saya tebus sepertiga dulu...?" (Kalau obat tersebut adalah antibiotika, maka cilakalah si bapak). Saya rasa bapak itu adalah Kristus.

Karaoke

Sejak dahulu Holywood selalu berupaya untuk membuat filem sejarah kehidupan Kristus. Dan tidak dapat dipungkiri, filem-filem seperti ini selalu mendapat sambutan yang meriah. Gereja-gereja pun senang memutar filem seperti ini dan percaya bahwa inilah salah satu sarana kesaksian dan pemeliharaan iman jemaat yang sebenarnya sudah tidak terhitung kanak-kanak lagi.

Tapi pengembaraan (atau petualangan) rohani saya membuat saya sudah tidak tertarik lagi terhadap hal-hal seperti ini. Bagi saya filem- filem ini ibarat karaoke. Dan saya selalu terusik dengan karaoke (alat yang membantu orang bernyanyi dengan kursor yang berlari-lari di atas teks, ilustrasi musik dan sebuah tayangan visual yang oleh pembuatnya dianggap bisa menggambarkan suasana lagu tersebut).

Atas lagu-lagu tertentu yang saya senangi, saya membangun visualisasi sendiri. Atas lagu "Sepanjang Jalan Kenangan" misalnya, maka saya membayangkan sebuah jalanan yang di kiri kanannya ada pohon kenari dan yang berjalan di tengahnya adalah saya sendiri dengan seorang perempuan yang sosoknya hanya saya sendiri yang tahu.

Karena itu, kalau yang muncul di karaoke adalah seorang pria yang berambut cepak dan ganteng serta seorang wanita Hongkong yang berambut keriting; imajinasi saya menjadi terganggu...

Mata Rohani

Saya senang dengan berbagai imajinasi yang saya bangun tentang citra atau "potret" Kristus, dan saya ingin tetap memelihara kebebasan membangun imajinasi tersebut.

Di karya-karya sastra--misalnya di karya Leo Tolstoy--ada banyak citra Kristus. Tapi di karya-karya non-fiksi pun saya acapkali menemukannya. Belum lama berselang, saya membaca sebuah memoar dari mantan tahanan politik G30S-PKI. Si penulis menceritakan kepahitan hidup yang dialaminya selama tahanan Salemba--Tangerang-- Nusakambangan--dan Pulau Buru. Aha, ternyata Kristus juga saya temukan di sana.

Agama saya--Kristen Protestan--memang tidak melarang visualisasi Tuhan dan para nabi. Bagi kami adalah hal yang wajar-wajar saja untuk menampilkan potret Kristus dalam rupa apa saja--apalagi rupa manusia. Bagaimana pun ia adalah Tuhan Yang Menjadi Manusia dan Tuhan Yang Mensejarah, tokh?

Tapi saya khawatir kalau filem-filem Hollywood itu membuat mata rohani saya menjadi kurang peka dan melihat Yesus hanya sampai sebatas sosok manusia James Caviezel, yang notabene "tak jauh-jauh amat" dengan sosok John Lenon, Che Guevara, dan yang lain sebagainya. Dan saya tidak ingin menjadi bagian dari orang-orang yang pada akhir zaman nanti akan bertanya, "Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau?" (Matius 25:44).

-----------------------

Catatan:

Tulisan ini terinspirasi setelah membaca buku "Sejarah Tuhan" karangan Karen Armstrong, dan setelah merenung-renung tentang berbagai kontroversi di seputar penerbitan buku "Da Vinci Code" karangan Dan Brown, dan buku-buku lain yang sejenis. Pada akhirnya-- seperti kata Karen Armstrong--fenomena tuhan itu adalah imajinasi kita tentang yang maha kuasa, maha pengasih, maha pencipta dsb, untuk membuat hidup ini menjadi lebih bermakna (memberi kebaikan) bagi diri sendiri, dan bagi orang lain. Horas!

--- End forwarded message ---

Friday, May 20, 2005

I'M CRAZY!

dulu, waktu gue kecil banget, gue menggilai semua bukunya enid blyton. gue berasa org plg kaya sejagad raya kalo udah selesai baca satu bukunya enid blyton. gedean dikit, gue tergila-gila sama pearl s buck: sama maharani, bumi yg subur, wang si macan... gedean dikit lagi, gue ngefans abis sama goenawan mohamad dan mohamad sobary. nyelip2 di antara mereka ada roald dahl (charlie and the chocolate factory-nya spt mimpi kanak2 yg menjadi bintang di langit penuh awan), erich kastner (kelas terbang-nya romantis abis, model persahabatan yg gue selalu pengenin--jd inget, si yonce blon balikin kelas terbang gue!), budi dharma (dgn org2 bloomington-nya, uh...), nh dini (kumpulan cerpennya gue lupa judulnya, tp masih terawat baik, kalo2 yg punya ntar nagih, hihi), dan john grisham...

dulu pernah juga gue tergila-gila sama mazmur. tiap kali punya waktu kosong, gue pake baca mazmur. sampe2 kalo nulis jurnal, quot nya selalu dari mazmur. dari mazmur 23, tuhan adh gembalaku, takkan kekurangan aku. dari mazmur 42, mengapa engkau tertekan hai jiwaku, dan gelisah di dlm diriku? kayanya sampe sekarang jg masih rada menggilai mazmur deh. di ruang meja gue yg sempit dan dipenuhi kertas2 dan tempelan macem2 itu, masih ada tempelan mazmur di mana2...

sekarang, setelah gede beneran, gue sempet terobsesi sama fyodor dostoyevski, leo tolstoy, dan michael cowper. lama2 muak juga kalo musti bergulung-gulung sama bahasa inggris yg ribet bgt. sampe lecek abis deh kamus webster gue. sekarang bgt, gue back to nature: baca sastra indonesia sajah... walopun ada yg bilang gue, kekuatan sastra indonesia itu di permainan kata, bukan di content, jadinya kalo diterjemahin ke inggris ngga keren, gue tetep bilang sastra indonesia keren.

abis baca remy silado, gue jatuh cinta deh pokonya! sekarang ayu utami, muak2 dikit sama ngomongnya yg rada ngga punya sopan santun... dan gue kudu punya waktu buat nikmatin pramudya! belum lagi seno gumira adjidarma: hm... cantiiiiiiiik bgt! (gue pernah tunjukin sepotong senja untuk pacarku sama salah satu dari kalian, kan?) dan puisi2nya sapardi joko damono (tak ada yg lbh tabah dr hujan bulan juni. disembunyikannya rintik rindunya kpd akar pohon berbunga itu). te-o-pe be-ge-te deh!

tapi gue jadi mikir, pas gue baca judul lagunya lenny leblanc: I'm crazy. bisa ngga yah, gue menggilai sesuatu yg jelas jauh lebih berharga, yg memang beneran esensial buat idup gue? sampe gue pengen ngamuk kalo gue ngga punya waktu buat nikmatinnya, sampe gue bela2in keilangan apapun asal gue bisa nikmatin dia, sampe idup gue bener2 nyebelin kalo hal2 lain ngeganggu gue dari dia...

when it comes to loving you: I'm crazy... yes, I'm crazy about the Lord...