Thursday, May 29, 2008

Cerita dari Atap Dunia (Part 3)

  • bandh, bandh, bandh... pindahan ke rumah Kak Vemi
  • oooo, kaya gini rasanya tinggal di kawasan expat
  • makan siang di lazy ringo
  • jalan-jalan di jawalakhel
  • ternyata jawalakhel handicraft center=tibetan refugee camp
  • gue beli baju tibet doooong.... kata bang google, ternyata namanya chhuba
  • nyobain naik tuk tuk-nya nepal: kenapa semua orang angkat tangan yah?
  • ke pertemuan orang Indonesia dengan duta besar; banyak juga orang Indonesia di Nepal...
http://en.wikipedia.org/wiki/Bandh

Bandh, originally a Hindi word meaning 'closed', is a form of protest used by political activists in some countries in South Asia like India and Nepal. During a Bandh, a large chunk of a community declares a general strike, usually lasting one day.

Often Bandh means that the community or political party declaring a Bandh expect general public to stay in their homes and strike work. Also all the shopkeepers are expected to keep their shops closed and the transport operators like buses and cabs are supposed to stay off the road and not carry any passengers. All this is expected to be voluntary, but in many instances people are terrorized into participating in a Bandh. There have been instances of large metro cities coming to a standstill.

Bandhs are powerful means for civil disobedience. Because of the huge impact that a Bandh has on the local community, it is much feared as a tool of protest.

Bandhs have been criticized because of the disruption of everyday life caused by them. The Supreme Court of India has banned bandhs in 1998, but political parties still organize them. In 2004, the Supreme Court of India fined two political parties, BJP and Shiv Sena for organizing a bandh in Mumbai as a protest against bomb blasts in the city. The state with the maximum Bandhs in India is West Bengal where the average number of bandhs per year is 40-50 (ranging from a couple of hours to a maximum of 2 days per bandh).

A bandh is not the same as a Hartal, which simply means a strike: during a bandh, any business activity (and sometimes even traffic) in the area affected will be forcibly prevented by the strikers.

---------
Menurut gue, apapun alasannya, bandh adalah bukti keegoisan sekelompok orang. Dan gue merasa sangat beruntung bahwa negeri gue ngga kenal yang namanya bandh. Okelah, kalau negara dalam keadaan darurat, berlakukan jam malam. Atau, kalau kekerasan mulai tak terkendalikan, perintahkan seluruh warga berdiam di dalam rumah masing-masing. Tapi kalau karena seseorang terbunuh lalu seisi kota "ditutup", toko-toko tutup, restoran juga tak buka.... Menurut gue, dari lubuk hati yang paling dalam, itu benar-benar sinting. Belum lagi ditambah transportasi umum dilarang beroperasi di dalam kota. Gimana orang miskin ngga tambah miskin...

Berkali-kali gue bilang sama orang Nepal: you have a great country here, if only without the bandhs... Dan gue sering dibikin bingung sama jawaban orang Nepal tulen yang menyiratkan seakan-akan kalau bandh dilakukan karena seorang penting terbunuh, maka hal itu saaaangat wajar. Berdasarkan akal sehat gue, kalau pembunuhan seseorang bisa jadi alasan dilakukannya bandh, mustinya setiap hari ada bandh. Orang penting atau tidak, nyawa setiap manusia kan sama berharganya!

Teman-teman gue bilang, bandh yang gue alami ini adalah bandh pertama dalam dua tahun terakhir. Duh, mesti yah, ada  bandh tepat di hari yang sama gue lagi ada di Kathmandu. Yah, siapa yang bisa melawan hidup?

Wednesday, May 28, 2008

Negeri di Awan yang Bikin Gue Dag Dig Dug Ngga Keruan

Cerita dari Atap Dunia (Part 2)

  • mountain flight: kecantikan tak terkatakan
  • sarapan di cafe Nyatapola: difoto wartawan. suit suiiiit... kapan lagi jadi bintang? (kayanya sih wartawan, soalnya pake kamera keren dan pake tripod segala:D)
  • Bhaktapur durbar square: durbar square paling cantik dan paling terawat (tapi bayar masuknya mahal, hiks)
  • jalan-jalan sampe masuk kampung di Bhaktapur
  • international museum day: masuk museum di Bhaktapur gratis, dikalungin bunga, lagi! (ssst, ini pertama kalinya seumur hidup gue loh gue dikalungin bunga)
  • mereka ngotot: I must be a Nepali
  • naik taksi ke Patan: pake ada jalan ditutup lagi, terpaksa muter lewat perkampungan
  • makan siang di Taleju Restaurant & Bar, view-nya perfecto!
  • Patan durbar square: lagi banyak festival... dan temple-nya buaaaanyaaaak
  • international museum day: tapi masuk museumnya tetep bayar dan ga dikalungin bunga lagi
  • nunggu Mbak Ully di Cafe de Patan. lemon lashi-nya enaaaaak
  • hhhh  hhhh hhhhh, jauh juga jalan kaki ke rumah Mbak Ully
Bangun pagi-pagi bukan kebiasaan gue, tapi kalau bangun pagi-pagi buat liat Everest sih tiap pagi juga gue mau. Dan gue jadi bertanya-tanya, apakah arti kecantikan yang sesungguhnya? Bahkan Everest dalam keangkuhan dan salju abadinya pun terlihat luar biasa molek. Gue kembali mengalami kebodohan sesaat, sejenak hilang akal, seperti yang selalu gue alami setiap kali menatap keindahan yang gue, dengan keterbatasan kecerdasan kata-kata gue, ngga sanggup ceritakan atau gambarkan.

Seandainya gue pelukis, atau penyair, atau komponis, mungkin keindahan puncak-puncak gagah perkasa berbalut salju putih dan beralaskan awan itu akan menginspirasi gue menciptakan karya yang sama cantiknya. Tapi gue bukan seniman, gue cuma bisa terbengong-bengong dari jendela pesawat kecil Buddha Air dan menyerukan pujian gue untuk arsitek alam semesta, yang sungguh piawai memahat kecantikan.

Kesimpulannya, gue yang memang dasarnya melow, jadi tambah mellllloooooooow. Cantiknya, cantiknya, dan cantiknya.... Dan karena hari itu dimulai dengan rasa terpesona, sepanjang hari pun gue jadi terus-terusan terpesona. Jalan-jalan yang dihadang macet dan bikin taksi gue musti muter-muter keliling kampung ngga bikin hati gue susah. Makan siang yang tidak nikmat pun tidak menghilangkan rasa terpesona di hati gue.

Moral of the story: penting banget memulai hari dengan hal yang tepat. Besok pagi musti gue mulai dengan doa pagi yaaaa.

Kathmandu dan Orang Kathmandu

Tuesday, May 27, 2008

Cerita dari Atap Dunia (Part 1)

  • jakarta macet bener yah, masa hampir 3 jam buat ke cengkareng doang... untung dianter Roma...
  • delay 3 jam di cengkareng
  • bete bete bete, connecting dari valuair ke silk air ternyata harus ngeluarin bagasi dulu
  • ngantuk dan lapar di changi
  • akhirnya, nemu pojokan tidur yang nyaman di changi!! tapi flight gue tinggal setengah jam lagi.. hiks
  • kathmandu, finally!
  • hwakakak... banyak bener cowok ganteng di kota ini yah...
  • makan siang di thakali kitchen
  • di travel agent: katanya, kalo kami mau trekking, than he will be our guide, as a bonus. omg...
  • buset, jualan sayur di depan temple!
  • naik riksha kaya raja di singgasana
  • ikutan penduduk kathmandu: nongkrong di salah satu temple (gaya, euy...!!)
  • pizza segede gaban di roadhouse cafe

Kalau gue pikir-pikir, ternyata gue memang ngga suka bercerita (mendeskripsikan sesuatu, entah itu benda atau kejadian) dengan tulisan. Gue lebih suka  berkata-kata dengan tulisan untuk menceritakan isi kepala gue atau isi hati gue, bukan hal-hal yang gue tangkap dengan mata gue. Karena itu juga, berat rasanya harus bercerita dengan tulisan panjang lebar. Jadi, gue putuskan buat menulis point-point jalan-jalan gue dan bercerita hanya tentang hal-hal yang ditangkap oleh pikiran dan hati gue.

Well, this could be the journey of my life. Being almost obsessed to go to nepal since years ago, I've never imagined this dream could ever come true. Hampir semua orang menanyakan hal yang sama: kenapa tertarik datang ke Nepal?  Maunya gue sih nanya  balik: kenapa ga tertarik datang ke Nepal? Nepal punya Himalaya, Nepal punya kota-kota tua yang seumuran dengan kota-kota di Eropa, Nepal punya budaya tua di mana waktu sepertinya berhenti berdetak, Nepal punya orang-orang berhati lembut (dan ternyata, Nepal punya kualitas wajah pria setara dengan kualitas wajah pria Italia.. kqkqkqkq). Well, memang, Nepal juga punya debu tebal, punya jalan yang  berantakan, punya bunyi klakson yang menjerit-jerit bikin sakit kuping, punya eek kerbau--eek anjing--eek burung di mana-mana, punya kemiskinan yang bahkan gue pun ngga tahan melihatnya, tapi itu kan sudah nature-nya dunia yang jatuh ke dalam dosa dari jaman Adam: ada yang baik ada yang buruk, ada yang cantik ada yang cacat.

Karena ini adalah perjalanan impian gue, maka gue ngga terlalu peduli dengan jalan-jalan yang berantakan, pasar yang bertebaran di antara kuil dan becak dan berseliweran sesuka hati. Kantuk dan lelah lenyap dan gue bersemangat 97 menyusuri jalan-jalan di sekitar thamel dan kathmandu durbar square. Dalam hati gue tereak-tereak: gue sampe juga di nepal, gue sampe juga. Hihihi. Dan gue menanti-nanti esok pagi, perjalanan dengan mountain flight: menatap Everest dari pesawat kecil Buddha Air. Yah, gue tau dirilah, mana sanggup gue mendaki gunung seperkasa Everest? Mau menatap Everest langsung aja usaha gue udah sebegini payahnya, hehehe. Lagipula, jangankan mendaki puncak Everest, mendaki sampai puncak Rinjani saja belum tentu gue ngga ambruk...




Sunday, May 18, 2008

Negeri di Awan

Delay tiga jam di Cengkareng dan tergubrag-gubrag dengan titipan bagasi dari teman gue bikin hari pertama gue di Kathmandu sedikit berantakan. Capek, capek, capek. Ngantuk, ngantuk, ngantuk. Bahkan kadang-kadang pengen murka sama teman perjalanan gue yang jarang mau ikut berpikir dan enggan menikmati nyasar-nyasarnya perjalanan yang hanya berbekal lonely planet nepal.
 
Siang itu berputar-putar di Thamel yang ribet bet bet bet menambah kejengkelan walaupun hari akhirnya ditutup dengan tidur yang nyaman di hotel ini, dengan fasilitas internet 20 menitan yang gratis. Belum lagi masih ada excitement: mountain flight besok pagi dengan Buddha Air.
 
Mountain flight: perjalanan tak terlupakan. Pertama kalinya seumur hidup gue terbang sedekat itu dengan atap dunia: Everest. Pilotnya (yang, alamak, ganteng buangeeeeet) menunjukkan langsung yang mana puncak everest dari sebegitu banyak puncak bersalju pada negeri di awan itu. Fuiiiiiih... tak terkatakan. Dan gue musti berhenti sekarang karena teman gue mau jemput untuk pindah hotel. Besok demo besar-besaran. Oh my God, semoga ngga terjadi apa-apa. Semoga.

Thursday, May 08, 2008

Beginilah Urutannya

Beginilah urutannya gue memulai hari:

  1. alarm bunyi jam 5.30 tapi gue nggak bergerak menjauh dari kasur sebelum jam setengah tujuh
  2. mandi, sarapan, dandan (yah... ngga dandan-dandan banget, lha wong selesai dalam 10 menit, itu sudah termasuk mengobrak-abrik rambut gue yang udah tambah jabrik)
  3. setengah teler naik ke bajaj, turun dari bajaj trus jalan dengan kecepatan flash menuju gedung gue yang jaaaaaauuuuuuh banget (believe me, beneran jauh) dari gerbang tempat bajaj keren gue boleh lewat
  4. masih terengah-engah, ngecap finger print di mesin absen, trus rebutan lift
  5. sampe di meja, buka laci, keluarin laptop, nyalain, colok kabel data, trus menghempaskan pantat di kursi gue yang udah mulai empuk (kan umurnya tuh kursi udah satu setengah taooooon... umurnya sama loh dengan masa dinas gue di kantor, kekekek)
  6. sambil nunggu loading, keluarin isi tas: tempat pensil, buku kecil yang isinya reminder hal2 kecil yang harus gue lakukan (tapi sebenernya tuh buku cuma gue keluar masukin doang dari tas, ngga pernah gue baca), handphone
  7. nyalain outlook, sambil nunggu retrieve e-mail kemaren (pan kemarennya gue dines ke luar kantor), gue matiin suara handphone. Kalo ngga dimatiin, tiap hp gue bunyi, gue pasti lompat saking kencengnya ringtone hp gue nyanyiin: IT IS WEEEEEELLL, IT IS WEEEEELL
  8. baca imel kantor di outloook
  9. baca imel di account gmail gue
  10. baca imel di account yahoo gue yang satu
  11. buka milis jalansutra, baca arsip yang menarik
  12. baca imel di account yahoo gue yang satunya lagi
  13. buka milis indobackpacker, baca yang kira2 menarik
  14. buka milis tamasyaclub, baca update (biasanya sih ngga ada, ini milis paling ngga aktif yang gue ikutin)
  15. bingung: sekarang ngapain yah? Baca garp risk review... nanti juga bisa; baca arsip koran di cyberlib.... paling isinya itu2 lagi, lebih seru acara gospot di rcti pagi2... mmmm... mmm.... belajar? Masa belajar lagi... baca ketentuan? Addddduuuuh tar aja kalo udah butuh.... ngapain dong ngapain dong ngapain dong....
  16. man, I hate my job.

Wednesday, May 07, 2008

Hanya Deretan Keberuntungan

Itulah hidupku: keberuntungan disambung keberuntungan, walaupun penyambungnya seringkali adalah air mata dan hati yang berdarah-darah. Begitulah aku memandang hidupku: kerja keras dan kepedihan berbuah manis karena disiram dengan keberuntungan. Dan hanya itulah yang aku inginkan dalam hidupku: mimpi dan harapan yang tak pernah mati karena keyakinanku juga tak pernah mati pada Pribadi yang tak pernah enggan melimpahiku dengan keberuntungan.

Beberapa orang menyebutkan berkah, yang lain menyebutnya rezeki, ada pula yang menyebutnya kasih karunia. Aku, aku lebih suka menyebutnya keberuntungan. Karena aku tak pernah menunggunya terjadi, aku hanya tahu itu pasti terjadi, pada suatu waktu, pada suatu tempat, entah di hidupku sekarang, atau di keabadian. Aku menyebutnya keberuntungan, karena buatku itu adalah kejutan-kejutan yang menggegap gempita hidupku. 

Sesungguhnya, apakah ada yang kumiliki yang kuperoleh karena aku layak mendapatkannya, yang aku peroleh bukan semata-mata karena keberuntungan? Hidup, cinta, karir, mimpi? Karena hanya itulah yang aku miliki dalam perjalanan panjang usiaku; dan hanya itu pula yang aku ingin miliki sepanjang usia yang akan datang dalam rengkuhanku.

Dan aku tak pernah malu walau seisi dunia bilang dalam segala hal aku hanya beruntung: tak pernah cukup baik untuk semua yang pernah aku dapatkan, hanya cukup berharga untuk menjadi biji matanya Yang Maha Kasih. 

Happy belated birthday to me, may I be a God-sent blessing to the world.