Wednesday, August 29, 2007

Selusin Kesenangan Kecil

Gue punya kesenangan-kesenangan kecil yang kalau diganggu bisa bikin gue merengut kaya tikus monyong. Sejujurnya, kayanya yang bikin gue seneng memang kesenangan-kesenangan kecil (menghibur diri neh, berhubung jarang-jarang gue ketemu sama hal-hal besar, apalagi kesenangan besar:p). Ini dia:
1. mojok sendirian di cubicle gue, ga diajak ngomong, ga ditelpon-telpon, ga diganggu gugat
2. maen spider solitaire seharian, sampe siku kiri gue pegel dan memar karena nahan dagu gue
3. ngupi sampe mabok
4. belanja buku sampe bangkrut
5. telpon temen-temen sampe kuping panas
6. muter-muter di toko-toko buku di plaza indonesia, banding-bandingin harga tapi ga beli satu pun
7. jepret-jepret objek-objek ga penting sampe batre kamera sekarat dan memory card abis bis bis
8. donlod komik sesuka hati walopun blon ada yang pernah gue baca
9. nongkrong ama temen-temen gue, ngomongin hal-hal ga penting, dan melupakan hal-hal penting
10. cha cha, pake sepatu hak tinggi, trus ditutup sama jive
11. nyanyi nyanyi sendiri, direkam pake  kamera gue, trus gue tonton sendiri
12. tidur berbelas-belas jam...

Thursday, August 23, 2007

Teman

Gue dapet kiriman imel yang isinya seperti di bawah ini dari salah satu teman lama gue. Serasa digampar gitu, karena gue merasa banget jadi salah satu temannya yang paling ngga pernah ada buat dia. Lalu gue inget temen-temen gue yang lain, yang juga gue perlakukan sama... Hiks.

Dengan penuh perasaan bersalah, gue bermaksud mem-forward imel tadi ke temen-temen lama gue yang udah sering gue lupakan itu. Dan oh la la... betapa bersalahnya gue, karena saking lupanya gue pada mereka, bahkan alamat imel mereka pun gue lupa. Hiks. Tak ada catatan back up, tak ada daftar apapun baik di laptop gue, di pc gue, di catetan gue, di henpon gue (apalagi di henpon, setelah sukses kecopetan tempo hari, gue kan ngga berusaha recover data-data yang ikut ilang), di mana pun...

People change, iya sih, tapi masa gue udah segitunya berubah ya..? Pelupa abis, unorganized, ngga pedulian, dan sebentar lagi mungkin bakal keilangan sobat-sobat gue yang udah dengan entengnya gue lupain dengan alasan klise:sibuk. Hiks, maapken ya, teman-teman...

==========================================

Aku sudah capek berteman dengan kamu. Kamu aneh, gak bisa dimengerti. Gak pernah ada klo dibutuhkan. Capek… Kamu beresin dulu masalahmu ya? Ntar setelah kamu sudah hilang penatnya dan tidak aneh lagi, baru kita berteman lagi."

Aku mengatakan hal di atas ke salah seorang teman dekatku di suatu malam. Sering sekali aku mencoba menghubungi dia, selalu gagal. Mencoba berbicara, gagal. Dia selalu sedang melakukan sesuatu yang lain, bersama yang lain atau sedang pergi ke luar kota. Ya ampun, kenapa dia gak pernah bisa ada? Sesibuk itukah? Menyebalkan!

Akhirnya, aku merasa ingin berhenti. Aku akan cari teman lain. Sebelll… Aku puas setelah berkata itu dan aku tidur dengan tenang.

Di pagi hari, saat aku ingin bertemu dengan Sahabatku, Dia mengingatkanku dengan lembut. "Kalau aku berkata Aku sudah capek bersahabat dengan kamu, gimana? Kamu tuh gak bisa dimengerti, kamu lemah, sering jatuh dan berbuat dosa. Kamu sering menyakiti hatiKu. Kamu sering gak mau mendengarkan aku. Kamu menghubungi Aku kalau lagi butuh aja, kalau kamu lagi gembira, kamu gak ingat Aku sama sekali. Perbaiki dulu dirimu, kalau sudah, baru datang lagi dan kita bersahabat lagi"

Wuaduh Tuhan, jangan pernah menyuruhku pergi dan tidak jadi sahabatMu lagi.

Gimana bisa, aku bangun kalau Kau tidak menolongku dari kejatuhan?

Gimana bisa, aku terhindar dari dosa, kalau Kau tidak mengingatkanku?

Gimana bisa aku kuat, kalau kau tidak bersamaku?

Gimana bisa aku menjalani hidup, kalau Kau tidak berjalan di depanku?

Gak Tuhan, aku gak bisa hidup kalau Kau tidak mau jadi Temanku.

"Kalau begitu, tetaplah jadi temannya. Banyak hal dan keadaan, yang membuat sesuatu terjadi.Jangan menghakimi. Bagianmu hanyalah tetap mengasihi, seperti Aku mengasihimu, tetap menjadi sahabat, seperti Aku jadi Sahabatmu. Jangan pernah mengharapkan kembali apa yang sudah kamu berikan seperti Aku tidak pernah menuntut kamu mengembalikan apa yang sudah Kuberi padamu.

Tetap baik, tetap setia, tetap berikan dirimu kepada orang lain. Kamu mungkin menderita, kamu mungkin di dalam bahaya, tapi Aku, tetap bersamamu, selalu".

Untuk sahabatku, maafkan aku ya.

Aku mungkin akan tetap seperti ini. Tuhan jagai aku kok..

"Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu."

"Kalau kamu baik kepada orang yang baik kepada kamu, apa bedamu dengan dunia?"

"Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri."

"Kamu adalah murid-muridKU, jika kamu saling mengasihi"

Wednesday, August 22, 2007

Terima Kasih, Cinta...

Cinta dan kasihmu di dalam hati ini

Sertai hidupku, sertai setiap langkahku

Terima kasih cinta, tanpamu tak berarti

Karena kasihmu aku ada

Cinta dan kasihmu besarkan jiwa ini

Mampukan langkahku walau terkadang penat

Kau bangkitkan asa, yakinkan cinta itu ada

Terima kasih cinta, terima kasih

Karena engkau cinta, aku ada

-------------------------------------------------------

Lagi mellow, kaya orang gila bolak balik dengerin lagu ini.

Funny thing is, gue bisa tiba-tiba bengong kalo lagi dengerin lagu ini:

di antara segala perkakas di meja gue, dgn segala perlengkapan belajar gue...

Terima kasih, cinta...

Wednesday, August 15, 2007

PREJUDICE

Yap. Prejudice. Or shall we say prasangka? Gue merasa agak kurang nyaman dengan kata prasangka, karena menurut gue, konotasinya adalah menuduh seseorang melakukan sesuatu, yang buruk pula. Padahal yang mau gue bicarakan di sini bukan itu, tapi lebih mengenai cap yang manusia berikan kepada sesamanya atas dasar yang belum dapat dibuktikan. Mari kita lihat contoh kasusnya.

Kasus pertama. Gue agak muak dengan salah satu kenalan gue yang sering nyolot dan tajam dalam berkomentar tapi terlalu mudah sakit hati kalau komentar tajam ditujukan padanya. Gue dengan enteng menceritakan itu pada salah satu teman nongkrong gue yang juga mengenal kenalan gue yang gue sebut pertama tadi (buset, ribet bener yah). Gue ceritakan bagaimana si kenalan gue itu dengan tenang berkata: "Iiiiih rokmu jelek sekali." Atau "Iya, temenku itu beli dompet seharga delapan ratus ribu padahal dompetnya itu nggak ada bagus-bagusnya, biasa banget kaya dompet si X." Dan si X itu adalah gue. Dan gue ada di tempat yang sama. Gubrag. Sedangkan komentar atasnya semisal "kamu kok pakaiannya kaya seragam sih" akan membuat dia sangat sakit hati sampai bermuram durja dan menunjukkan wajah luar biasa terluka. Well, my point is, dia bisa menghina orang lain dengan tajam tapi terlalu mudah merasa disakiti. Sounds familiar? Nah, itu yang gue ceritakan pada teman nongkrong gue.

And know what? Si teman nongkrong gue itu menerjemahkan opini gue tentang kenalan tadi menjadi opininya juga. Wajar? Well... jujur, gue nggak tau.

Kasus kedua. Gue mengenal dua nyonya yang berpotensi menjadi rekan kerja gue tapi selama berbulan-bulan belum pernah punya encounter langsung dengan gue. Sebut saja Nyonya X dan Nyonya Y. Gue sudah punya opini khusus tentang Nyonya X karena:
1. gue sering ketemu di lift, tapi mukanya selalu sedingin es
2. gue pernah training bareng, tapi dia selalu bersikap seakan-akan gue nggak exist di muka bumi; jadi kayanya gue invisible gitu, kalau liat ke arah gue maka pandangannya bakal tembus bus bus dari tubuh fisik gue
Sedangkan tentang Nyonya Y, gue juga punya opini khusus lain karena:
1. dia galak setengah mampus
2. kalo ketawa bikin bumi bergetar (dan getaran itu accelerated exponentially seiring dengan bertambahnya waktu) sampe gue musti beli earphone baru buat ganti earphone lama gue yang kabelnya harus digeser-geser dulu baru bisa dipakai untuk mendengar suara apapun selain suara tawa yang bikin bumi bergetar itu
3. dia kelihatannya (ingat, kelihatannya) super bossy boss
4. dia pernah murka sama temen-temen gue dan sampai bikin salah satu temen nongkrong gue berurai air mata (padahal temen gue itu preman abis).

Singkat cerita, gw terperangkap dalam tim yang dipimpin oleh Nyonya X dan Nyonya Y. Hati gue sudah resah gelisah tak tentu arah membayangkan bekerja bersama gunung es dan harimau hutan. Perut gue bergejolak tak keruan dan gue menetapkan diri gue untuk tambah tak suka dan tambah tak suka setiap hari pada kedua nyonya tadi.

Dan ternyata oh ternyata.... Nyonya X begitu baik hati dan dengan senang hati mengajariku mengenai begitu banyak hal. Dia sama sekali bukan gunung es dan hatinya sehangat jakarta di pagi hari sekitar jam sembilan (kalau sebelum jam 9, masih agak dingin; lewat jam 9, terlalu panas). Nyonya X tidak pernah menganggap sepi pendapat gue, tak pernah tak mengindahkan kata-kata gue... Such a kindhearted woman. Dan Nyonya Y? Yah, dia memang agak galak (mirip gue kali yah) dan memang cukup bossy boss dan tawanya memang tetap bikin bumi bergetar. But she's one of the best mentor I've ever encountered with. Knowing her is such a blessing that makes me know that somehow I'll survive this nasty fate. Dan sekarang, gue akan selalu bilang bahwa Nyonya X dan Nyonya Y saaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaangat baik hati.

Gue bersyukur bahwa selama ini gue hanya bercerita pada beberapa teman tentang kemuakan gue pada mereka. See how I change my opinion in the second case? Or how I influence my friend's opinion in the first case? Dan gue jadi teringat pada kesebalan-kesebalan gue yang lain pada orang-orang lain. Memang, belum tentu mereka menganggap pendapat gue bisa dipercaya, tapi setidaknya itu bisa mempengaruhi pendapat mereka tentang orang lain. Padahal, mungkin hanya dalam waktu sepelemparan batu (ada nggak sih?:D) gue sudah berubah pikiran.

People change... and everybody deserve a second chance. And even a thousandth chance. May God help me to help others to be the best they can be.