- jakarta macet bener yah, masa hampir 3 jam buat ke cengkareng doang... untung dianter Roma...
- delay 3 jam di cengkareng
- bete bete bete, connecting dari valuair ke silk air ternyata harus ngeluarin bagasi dulu
- ngantuk dan lapar di changi
- akhirnya, nemu pojokan tidur yang nyaman di changi!! tapi flight gue tinggal setengah jam lagi.. hiks
- kathmandu, finally!
- hwakakak... banyak bener cowok ganteng di kota ini yah...
- makan siang di thakali kitchen
- di travel agent: katanya, kalo kami mau trekking, than he will be our guide, as a bonus. omg...
- buset, jualan sayur di depan temple!
- naik riksha kaya raja di singgasana
- ikutan penduduk kathmandu: nongkrong di salah satu temple (gaya, euy...!!)
- pizza segede gaban di roadhouse cafe
Kalau gue pikir-pikir, ternyata gue memang ngga suka bercerita (mendeskripsikan sesuatu, entah itu benda atau kejadian) dengan tulisan. Gue lebih suka berkata-kata dengan tulisan untuk menceritakan isi kepala gue atau isi hati gue, bukan hal-hal yang gue tangkap dengan mata gue. Karena itu juga, berat rasanya harus bercerita dengan tulisan panjang lebar. Jadi, gue putuskan buat menulis point-point jalan-jalan gue dan bercerita hanya tentang hal-hal yang ditangkap oleh pikiran dan hati gue.
Well, this could be the journey of my life. Being almost obsessed to go to nepal since years ago, I've never imagined this dream could ever come true. Hampir semua orang menanyakan hal yang sama: kenapa tertarik datang ke Nepal? Maunya gue sih nanya balik: kenapa ga tertarik datang ke Nepal? Nepal punya Himalaya, Nepal punya kota-kota tua yang seumuran dengan kota-kota di Eropa, Nepal punya budaya tua di mana waktu sepertinya berhenti berdetak, Nepal punya orang-orang berhati lembut (dan ternyata, Nepal punya kualitas wajah pria setara dengan kualitas wajah pria Italia.. kqkqkqkq). Well, memang, Nepal juga punya debu tebal, punya jalan yang berantakan, punya bunyi klakson yang menjerit-jerit bikin sakit kuping, punya eek kerbau--eek anjing--eek burung di mana-mana, punya kemiskinan yang bahkan gue pun ngga tahan melihatnya, tapi itu kan sudah nature-nya dunia yang jatuh ke dalam dosa dari jaman Adam: ada yang baik ada yang buruk, ada yang cantik ada yang cacat.
Karena ini adalah perjalanan impian gue, maka gue ngga terlalu peduli dengan jalan-jalan yang berantakan, pasar yang bertebaran di antara kuil dan becak dan berseliweran sesuka hati. Kantuk dan lelah lenyap dan gue bersemangat 97 menyusuri jalan-jalan di sekitar thamel dan kathmandu durbar square. Dalam hati gue tereak-tereak: gue sampe juga di nepal, gue sampe juga. Hihihi. Dan gue menanti-nanti esok pagi, perjalanan dengan mountain flight: menatap Everest dari pesawat kecil Buddha Air. Yah, gue tau dirilah, mana sanggup gue mendaki gunung seperkasa Everest? Mau menatap Everest langsung aja usaha gue udah sebegini payahnya, hehehe. Lagipula, jangankan mendaki puncak Everest, mendaki sampai puncak Rinjani saja belum tentu gue ngga ambruk...
No comments:
Post a Comment