Tuesday, January 20, 2009

Sepanjang Jalan Kenangan (2)

7. Jalan antara Sarinah Thamrin sampai Pintu Tol Bekasi Timur
Aku dan adikku menaiki bis kota ke Bekasi, untuk sambung naik bis umum ke Bandung. Jum'at sore, mendadak pula, tak mungkin bisa naik mobil travel lagi. Beberapa penumpang bis berkali-kali mencuri pandang padaku. Mataku merah dan tambah merah, menahan tangis dan tumpahan air mata ketika aku, dengan seluruh iman yang aku punya (yang sama sekali tidak banyak), memohon keajaiban. Mataku bengkak dan air mata yang ditahan mulai mengalir lewat hidung, ketika aku berusaha bernegosiasi dengan Tuhan: Tuhan boleh kurangi umurku dan menambahkannya pada umur Bapak. Aku memohon, berjanji, berkaul, meneriakkan semua kata yang terpikirkan olehku.
 
8. Jalan Holis
Aku menatap wajahnya, wajah yang begitu kucinta. Aku menggenggam tangannya dan menciumnya, tangan yang tak akan pernah kucium lagi. Aku membelai pipinya dengan sejuta sayang, pipi yang telah mendingin dan tak akan bisa lagi kuhangatkan dengan tangan kecilku. Aku mencium dahinya, pipinya, bibirnya, semua yang tak akan pernah lagi menantiku setiap kali pulang ke Bandung. Aku memeluk tubuhnya yang kaku dan berbisik di sela isakku, "Bapak tau kan, aku sayang banget sama Bapak? Bapak tau kan, aku sayang, sayang, sayaaaaaaaang banget sama Bapak?"
 
8. Jalan Pandu
Hujan deras saat itu, aku menutupi kepalaku dengan ulos Batak yang kupakai sejak dari upacara adat, kebaktian pelepasan, dan sampai di tempat itu. "Surga pun menangis," kata kerabatku. Hujan masih tambah deras ketika Sang Pendeta memulai melempar segenggam tanah ke atas peti jenazahnya. Setengah nyawaku seperti ikut hilang ketika tanganku merenggut segenggam tanah basah di samping kakiku, melemparkannya ke dalam lubang tempat tubuh kaku Bapak akan terus berdiam. Aku berbisik dalam dukaku yang paling dalam, "Tunggu aku, Bapak sayang. Aku akan cintai Tuhan yang kau cintai. Aku akan layani Tuhan yang kau layani. Aku akan senangkan hati Tuhan yang selalu ingin kau senangkan. Tunggu aku, Bapak sayang. Kelak, bila tiba pula waktuku, kita akan bernyanyi bersama lagi. Kita akan angkat pujian bersama lagi, menyorakkan nama Sang Penebus."
 
Bapak sayang, sepanjang jalan-jalan yang bisa kukenang, aku akan selalu mengingatmu. Sepanjang jalan-jalan yang mungkin akan kulupakan, aku juga mungkin akan melupakan sebagian kenangan tentangmu. Tapi aku berjanji, Bapak sayang, aku tak akan lupa pada warisanmu yang terbesar:: imanmu yang tak pernah berhitung dengan Tuhanmu.
 
Bapak sayang, aku sayang padamu, sungguh amat sangat sayang padamu.

4 comments:

roland siregar said...

sondang,
gue turut berduka cita ya, so sorry dang....

Ndangse said...

iya, Lan...

renisniken said...

ndank.....gw nggak tau mau bilang apa..yg pasti gw tau dan ngerti banget ap elo rasain. karena gw pernah dan masih merasakan perasaan itu sampai sekarang (you know what i mean)..
turut berduka cita yg sedalam-dalamnya ya bu....

Ndangse said...

iya, nis... thx for sharing. thx for the chat juga (btw, pulang dong bu, pulaaaaaang)