Tuesday, May 03, 2005

KEPERCAYAAN

I.
Seperti yang selama ini selalu terjadi, saya adalah pengagum kombinasi wajah yang menarik dan otak yang cerdas. Karena itulah saya langsung terpesona oleh gadis itu: cantik dan cerdas. Bahasa Perancisnya yang indah bikin saya tak mampu berkata-kata dan wajah cantiknya seperti menghisap seluruh sudut pandang saya.

Mungkin itu juga sebabnya mengapa saya tidak menyadari sesuatu yang tak biasa pada tubuhnya. Kali kedua saya bertemu dengannya, tak sengaja saya memandang lengan kanannya yang disandarkan di meja. Dan saya membeku. Lengan kanannya hanya kira-kira tiga perempat panjang lengan kirinya dan di ujung lengan yang pendek itu hanya ada seonggok daging menyerupai telapak tangan bayi; jari-jarinya begitu pendek, lebih mirip jari kaki. Semakin lama saya perhatikan, akhirnya saya mengerti mengapa saya tidak menyadari hal itu ketika pertama kali saya bertemu dengannya: gadis itu lebih sering melingkarkan lengan kanannya di pinggang. Dan saya bertanya: apakah kedua tangan saya menghasilkan lebih banyak dari kedua tangannya?

II.
Beberapa minggu terakhir, saya mencoba jenis petualangan baru: berdesak-desakan dalam kereta ekonomi supaya bisa tiba di rumah lebih cepat dan punya waktu lebih lama untuk persiapan ujian-ujian saya. Kadang kereta api cukup bersahabat dan menyisakan ruang yang bisa dikatakan nyaman untuk tubuh mungil saya. Dan kalau posisi saya cukup nyaman, saya juga bisa melihat kiri-kanan-depan-belakang; saya bisa memperhatikan orang-orang dan peluh keluh keringat mereka. Pada saat-saat seperti itulah saya melihat pria itu. Dia berdiri tepat di sebelah saya, tapi menghadap ke arah yang berlawanan dengan saya. Saya merasa ada yang tak biasa pada caranya menatap ke luar jendela. Tapi ternyata itu bukan caranya menatap, tapi matanya. Bola mata kirinya nyaris keluar -keluar, dalam arti harafiah.

Mata kirinya rusak. Mungkin lebih baik saya katakan begitu karena saya tak bisa menggambarkannya. Mata kirinya begitu rusak sampai-sampai saya tak punya cukup keberanian untuk menatapnya berlama-lama. Dan saya melihat ke cermin, memandang mata saya yang menurut saya terlalu sipit dan sempit. Apakah kedua mata saya menghasilkan lebih banyak dari kedua mata pria itu?

III.
Saya selalu tertarik pada bocah-bocah perempuan berambut keriting. Mungkin karena itu mengingatkan saya pada diri saya sendiri. Mungkin juga karena semakin lama saya semakin menyukai rambut keriting saya. Entahlah. Tapi, yang pasti, tawa dua bocah perempuan berambut keriting di pinggiran jalan di daerah Slipi itu seperti mengundang saya untuk tertawa bersama mereka.

Rambut mereka kotor, begitu kotor. Dan warnanya merah karena terlalu sering terbakar matahari. Pakaian mereka kumal, dekil, buruk, tanpa alas kaki. Saya tidak pernah mengingat diri saya sekotor itu. Tidak pernah. Mama saya tidak akan pernah membiarkan saya sekotor itu. Dan mereka mungkin tidak pernah menerima semua kesempatan yang saya punya. Saya jadi termangu, apakah semua kesempatan yang saya punya membuat saya benar-benar menghasilkan hal-hal berarti yang lebih banyak daripada mereka?

IV.
Kadang-kadang, saya punya terlalu banyak hal untuk dikeluhkan. Terlalu banyak. Memang selalu ada ruang untuk merasa senang dan benar-benar bersyukur. Tapi kadang-kadang itu terlalu sedikit. Ya, terlalu sedikit. Tapi hidup adalah kepercayaan; saya dipercaya untuk menerima segala hal yang saya terima dalam hidup saya, saya dipercaya untuk menerima kesempatan-kesempatan yang saya dapatkan. Dan semoga saja masih ada waktu untuk menjadikan kepercayaan itu memang sungguh layak diberikan pada saya.

21-22 Maret 2005
*Catatan kecil dari The Purpose Driven Life (Rick Warren)--baru sampe bab 5 sih... hehe...*

No comments: