Saturday, July 12, 2025

Kebaikan

Aku termangu di hadapan laptopku di meja makan rumah peristirahatan kantorku. Di samping kiriku terbuka lebar buku brain dump, yang isinya hal-hal yang ada di kepalaku yang sering bikin aku overwhelmed, termasuk hal-hal yang harus aku ingat, aku lakukan, aku pikirkan, aku rencanakan. Di samping kananku segelas es kopi susu yang telah setengahnya kuteguk, menemaniku membuka mata dan pikiran.

Di belakangku JPCC Worship mengalun lamat-lamat melalui youtube di TV di ruang duduk. Suami dan anak-anakku sudah tertidur, mereka harus bangun pagi sangat besok, karena perjalanan dari rumah peristirahatan ini ke sekolah anak-anakku cukup jauh. Sungguh, harga yang mereka bayar mahal nian untuk cita-citaku meraih satu tingkat sekolah lagi ini.

Sungguh, ini bukan waktu yang tepat untuk melakukan retrospeksi atas hidupku. Aku sudah terjepit waktu dengan segala deadline dan segala hal yang harus segera aku lakukan secepat-cepatnya dan setepat-tepatnya. Tapi, sungguh pula, aku hanya ingin diam sejenak dan entahlah, menarik napas panjang.

Sepanjang hidupku, kulihat kebaikan mengikutiku. Bahkan dalam kesialan dan kegelapan, aku melihat kebaikan mengikutiku. Dalam sendiri dan sunyi ini, terlintas orang-orang, momen-momen, nada-nada, yang membawaku sampai ke sini. Ucapan syukur seperti terlalu sederhana untuk semua kebaikan yang telah diterima oleh pikiranku yang sederhana ini. Ketidakmampuanku untuk memikirkan hal-hal rumit membawaku hanya pada satu frase sederhana: kebaikan tak terbatas yang tak pernah gagal mengikutiku.

Sepuluh tahun hidup bersama depresi, ADHD, anxiety disorder, membuat hidupku dan hidup orang-orang terdekatku lebih rumit. Kadang kusesali mengapa aku yang terpilih untuk mengalami itu semua. Kusesali peluang tak terbatas yang mungkin terbuka untukku bila aku tak harus hidup bersama teman-temanku itu. Kusesali hal-hal besar yang mungkin bisa aku lakukan bila aku tak dihadang oleh rekan-rekanku itu. Pikiran sederhanaku tak mampu memahami rencana besar yang bisa dicapai dengan semua beban di pundakku itu.

Tak pernah terpikir olehku untuk mengecilkan kapasitas Sang Maha Besar untuk membuat yang kecil menjadi luar biasa. Namun, aku hanya manusia yang punya hasrat dan mimpi. Aku belajar melepas semuanya dan berjalan selangkah demi selangkah. Dengan keyakinan, satu langkahku membawaku semakin dekat walau hanya satu milimeter kepada sesuatu yang lebih besar.

Mungkin, sepanjang hidupku aku akan jadi yang biasa-biasa saja. Mungkin, sepanjang hidupku, hasrat dan mimpi itu tak akan pernah tercapai. Namun, aku berjanji, takkan ada kemarahan dan kepahitan atas itu semua. Aku percaya keterbatasanku dapat membawa orang lain mencapai ketidakterbatasan. Karena kebaikan telah selalu mengikutiku dan akan selalu mengikutiku.

Pasir Muncang, 10 Juni 2025

No comments: