Aku termangu di hadapan laptopku di meja makan rumah peristirahatan kantorku. Di samping kiriku terbuka lebar buku brain dump, yang isinya hal-hal yang ada di kepalaku yang sering bikin aku overwhelmed, termasuk hal-hal yang harus aku ingat, aku lakukan, aku pikirkan, aku rencanakan. Di samping kananku segelas es kopi susu yang telah setengahnya kuteguk, menemaniku membuka mata dan pikiran.
Di belakangku JPCC Worship mengalun lamat-lamat melalui
youtube di TV di ruang duduk. Suami dan anak-anakku sudah tertidur, mereka
harus bangun pagi sangat besok, karena perjalanan dari rumah peristirahatan ini
ke sekolah anak-anakku cukup jauh. Sungguh, harga yang mereka bayar mahal nian
untuk cita-citaku meraih satu tingkat sekolah lagi ini.
Sungguh, ini bukan waktu yang tepat untuk melakukan
retrospeksi atas hidupku. Aku sudah terjepit waktu dengan segala deadline dan
segala hal yang harus segera aku lakukan secepat-cepatnya dan setepat-tepatnya.
Tapi, sungguh pula, aku hanya ingin diam sejenak dan entahlah, menarik napas
panjang.
Sepanjang hidupku, kulihat kebaikan mengikutiku. Bahkan
dalam kesialan dan kegelapan, aku melihat kebaikan mengikutiku. Dalam sendiri
dan sunyi ini, terlintas orang-orang, momen-momen, nada-nada, yang membawaku
sampai ke sini. Ucapan syukur seperti terlalu sederhana untuk semua kebaikan
yang telah diterima oleh pikiranku yang sederhana ini. Ketidakmampuanku untuk
memikirkan hal-hal rumit membawaku hanya pada satu frase sederhana: kebaikan
tak terbatas yang tak pernah gagal mengikutiku.
Sepuluh tahun hidup bersama depresi, ADHD, anxiety disorder,
membuat hidupku dan hidup orang-orang terdekatku lebih rumit. Kadang kusesali
mengapa aku yang terpilih untuk mengalami itu semua. Kusesali peluang tak
terbatas yang mungkin terbuka untukku bila aku tak harus hidup bersama
teman-temanku itu. Kusesali hal-hal besar yang mungkin bisa aku lakukan bila
aku tak dihadang oleh rekan-rekanku itu. Pikiran sederhanaku tak mampu memahami
rencana besar yang bisa dicapai dengan semua beban di pundakku itu.
Tak pernah terpikir olehku untuk mengecilkan kapasitas Sang
Maha Besar untuk membuat yang kecil menjadi luar biasa. Namun, aku hanya
manusia yang punya hasrat dan mimpi. Aku belajar melepas semuanya dan berjalan
selangkah demi selangkah. Dengan keyakinan, satu langkahku membawaku semakin
dekat walau hanya satu milimeter kepada sesuatu yang lebih besar.
Mungkin, sepanjang hidupku aku akan jadi yang biasa-biasa
saja. Mungkin, sepanjang hidupku, hasrat dan mimpi itu tak akan pernah
tercapai. Namun, aku berjanji, takkan ada kemarahan dan kepahitan atas itu
semua. Aku percaya keterbatasanku dapat membawa orang lain mencapai
ketidakterbatasan. Karena kebaikan telah selalu mengikutiku dan akan selalu
mengikutiku.
No comments:
Post a Comment