Wednesday, August 15, 2007

PREJUDICE

Yap. Prejudice. Or shall we say prasangka? Gue merasa agak kurang nyaman dengan kata prasangka, karena menurut gue, konotasinya adalah menuduh seseorang melakukan sesuatu, yang buruk pula. Padahal yang mau gue bicarakan di sini bukan itu, tapi lebih mengenai cap yang manusia berikan kepada sesamanya atas dasar yang belum dapat dibuktikan. Mari kita lihat contoh kasusnya.

Kasus pertama. Gue agak muak dengan salah satu kenalan gue yang sering nyolot dan tajam dalam berkomentar tapi terlalu mudah sakit hati kalau komentar tajam ditujukan padanya. Gue dengan enteng menceritakan itu pada salah satu teman nongkrong gue yang juga mengenal kenalan gue yang gue sebut pertama tadi (buset, ribet bener yah). Gue ceritakan bagaimana si kenalan gue itu dengan tenang berkata: "Iiiiih rokmu jelek sekali." Atau "Iya, temenku itu beli dompet seharga delapan ratus ribu padahal dompetnya itu nggak ada bagus-bagusnya, biasa banget kaya dompet si X." Dan si X itu adalah gue. Dan gue ada di tempat yang sama. Gubrag. Sedangkan komentar atasnya semisal "kamu kok pakaiannya kaya seragam sih" akan membuat dia sangat sakit hati sampai bermuram durja dan menunjukkan wajah luar biasa terluka. Well, my point is, dia bisa menghina orang lain dengan tajam tapi terlalu mudah merasa disakiti. Sounds familiar? Nah, itu yang gue ceritakan pada teman nongkrong gue.

And know what? Si teman nongkrong gue itu menerjemahkan opini gue tentang kenalan tadi menjadi opininya juga. Wajar? Well... jujur, gue nggak tau.

Kasus kedua. Gue mengenal dua nyonya yang berpotensi menjadi rekan kerja gue tapi selama berbulan-bulan belum pernah punya encounter langsung dengan gue. Sebut saja Nyonya X dan Nyonya Y. Gue sudah punya opini khusus tentang Nyonya X karena:
1. gue sering ketemu di lift, tapi mukanya selalu sedingin es
2. gue pernah training bareng, tapi dia selalu bersikap seakan-akan gue nggak exist di muka bumi; jadi kayanya gue invisible gitu, kalau liat ke arah gue maka pandangannya bakal tembus bus bus dari tubuh fisik gue
Sedangkan tentang Nyonya Y, gue juga punya opini khusus lain karena:
1. dia galak setengah mampus
2. kalo ketawa bikin bumi bergetar (dan getaran itu accelerated exponentially seiring dengan bertambahnya waktu) sampe gue musti beli earphone baru buat ganti earphone lama gue yang kabelnya harus digeser-geser dulu baru bisa dipakai untuk mendengar suara apapun selain suara tawa yang bikin bumi bergetar itu
3. dia kelihatannya (ingat, kelihatannya) super bossy boss
4. dia pernah murka sama temen-temen gue dan sampai bikin salah satu temen nongkrong gue berurai air mata (padahal temen gue itu preman abis).

Singkat cerita, gw terperangkap dalam tim yang dipimpin oleh Nyonya X dan Nyonya Y. Hati gue sudah resah gelisah tak tentu arah membayangkan bekerja bersama gunung es dan harimau hutan. Perut gue bergejolak tak keruan dan gue menetapkan diri gue untuk tambah tak suka dan tambah tak suka setiap hari pada kedua nyonya tadi.

Dan ternyata oh ternyata.... Nyonya X begitu baik hati dan dengan senang hati mengajariku mengenai begitu banyak hal. Dia sama sekali bukan gunung es dan hatinya sehangat jakarta di pagi hari sekitar jam sembilan (kalau sebelum jam 9, masih agak dingin; lewat jam 9, terlalu panas). Nyonya X tidak pernah menganggap sepi pendapat gue, tak pernah tak mengindahkan kata-kata gue... Such a kindhearted woman. Dan Nyonya Y? Yah, dia memang agak galak (mirip gue kali yah) dan memang cukup bossy boss dan tawanya memang tetap bikin bumi bergetar. But she's one of the best mentor I've ever encountered with. Knowing her is such a blessing that makes me know that somehow I'll survive this nasty fate. Dan sekarang, gue akan selalu bilang bahwa Nyonya X dan Nyonya Y saaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaangat baik hati.

Gue bersyukur bahwa selama ini gue hanya bercerita pada beberapa teman tentang kemuakan gue pada mereka. See how I change my opinion in the second case? Or how I influence my friend's opinion in the first case? Dan gue jadi teringat pada kesebalan-kesebalan gue yang lain pada orang-orang lain. Memang, belum tentu mereka menganggap pendapat gue bisa dipercaya, tapi setidaknya itu bisa mempengaruhi pendapat mereka tentang orang lain. Padahal, mungkin hanya dalam waktu sepelemparan batu (ada nggak sih?:D) gue sudah berubah pikiran.

People change... and everybody deserve a second chance. And even a thousandth chance. May God help me to help others to be the best they can be.

2 comments:

Berti Pracimasanti said...

Huaaa....ha...ha...ha...
I know whom you mean in the first and second case. Yaaa....maybe you're right about Mrs. X and Mrs. Y. But about someone in the first case, I need more time to change my opinion about her....

Btw, why should you give a comment 'padahal temen gue itu preman abis'?

Ndangse said...

Keep ur mind opened aja kali yah. I'm trying so hard to do that... Dan lebih sering gagal kekekekekek.

Ttg temen gue yg preman abis itu, dia memang preman abis bis bis bis. kan jd lebih dramatis: preman abis yg berurai air mata.. hehe.. Ini menggagalkan hipotesis preman tak bisa menangis *ga penting yah*